Lembaga Tipikor Indonesia Desak Menteri BUMN Evaluasi Dirut PTPN II Terkait Pembebasan Lahan Masyarakat dan Rumah Ibadah

TRANSINDONESIA.CO – Menyikapi permasalahan yang kini dihadapi warga masyarakat di Dusun III Desa Masjid, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, terkait okupasi (Pembebasan Lahan) yang dilakukan pihak PTPN II, dimana dilahan tersebut telah berdiri rumah ibadah (Masjid) dan rumah warga lainnya.

Hal tersebut mendapat sorotan Ketua DPP Lembaga Tipikor Indonesia, Drs Dedy Wahyudi mengatakan PTPN II diminta jangan semena-mena dan jangan sakiti hati masyarakat.

“Mereka menghuni lahan tersebut sudah ditempati bertahun lamanya. Kenapa baru sekarang okupasi itu dilakukan, setelah berdirinya rumah ibadah dan pemukiman warga disana, mereka disana, sudah bermukim lama, kenapa tiba-tiba ada okupasi,” kata Drs Dedy Wahyudi kepada wartawan di Batang Kuis, Sabtu (19/10/2019).

Menurut Dedy, permasalahan ini menjadi masukan bagi pihaknya sebagai pemberi layanan masyarakat, apalagi sudah menyangkut masalah rumah ibadah. “Seperti yang kita dengar lahan yang dipermasalahkan itu diklaim warga masyarakat sekitar sudah diusahai warga mulai dari tahun 1983, tentu masyarakat sekitar merasa keberatan dengan adanya okupasi yang dilakukan pihak PTPN II ini,” sambung Dedy.

Diutarakannya, PTPN II harus jelas jangan asal klaim saja, kalau memang itu lahan yang ada HGU nya kenapa diatas lahan itu bisa diusahai warga dan sudah berdiri rumah serta masjid. “Berarti selama ini tanah itu adalah tanah yang sudah ditelantarkan, saya juga mendengar ada oknum yang kasak kusuk menyuruh warga untuk mengambil uang yang namanya ‘Tali Asih’ yang kita pertanyakan uang tali asih itu dari mana asalnya, inikan harus jelas,” kata Dedy.

Dedy meminta media masa membantu menyikapi adanya konspirasi terselubung yang justeru menyusahkan masyarakat. Satu hal lagi sudah bukan jamanya lagi menakut nakuti maayarakat.

Dedy menyebut lembaga yang dipimpinnya meminta BUMN Pusat untuk mengevaluasi kinerja Direktur PTPN II. Pasalnya, kinerja yang dihasilkan terkesan dinilai tidak pro-rakyat.

“Kita heran hampir 36 tahun ditelantarkan baru sekarang mau dikerjakan lagi (Penanaman Sawit, Red) selama ini kenapa ditelantarkan. Permasalahan ini juga telah kita sampaikan ke DPRD Sumut, dan instansi terkait, untuk dapat menindaklanjuti keluhan warga masyarakat disana, agar masyarakat disana dapat beraktivitas kembali seperti biasa dengan tenang,” pungkas aktivis anti korupsi yang dikenal vokal.[SH/SUR]

Share