Pengamat : Pertamina Sulit Kelola Migas Karena Disejajarkan dengan Swasta dan Asing
TRANSINDONESIA.CO – Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumelar menyebutkan generasi milenial perlu sadar dan memahami tentang isu energi.
“Milenial harus paham, kapan energi fosil itu habis. Sebab kita selalu membutuhkan energi di mana pun, kebutuhan kita atas energi setiap tahun meningkat sekitar 4 persen,” kata Arie pada acara diskusi Engineering Talk 2019 bertema “Panas Bumi, Potensi Energi Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0,” dan bedah buku Pengembangan Panas Bumi sebagai Energi Kearifan Lokal di Indonesia karya Marwan Batubara dari IRESS, di Gedung Kuliah Bersama (GKB) Universitas Negeri Manado (UNIMA), Sulawesi Utara, Selasa (15/10/2019).
Arie menegaskan Indonesia harus menyiapkan tambahan pasokan energi dan substitusi energi fosil dengan mengembangkan energi baru terbarukan (EBT), antara lain berupa tenaga air, angin, sinar matahari, panas bumi, bahan bakar nabati (BBN).
“Sebagai negara pemilik cadangan panas bumi terbesar di dunia, kita harus segera mengembangkan energi panas bumi melalui
pembangunan PLTP di berbagai lokasi di Indonesia,” kata Arie.
Ketua Serikat Pekerja Pertamina Pertamina Geothermal Energy (SP PGE), Bagus Bramantio mengatakan pembangkit listrik panas bumi (PLTP) tersedia sepanjang tahun, tidak tergantung perubahan musim dan ramah lingkungan karena hampir tidak menghasilkan CO2 dalam proses pemanfaatan tenaga panas bumi menjadi energi listrik.
Pada saat perencanaan dan pembangunan PLTP Lahendong di Sulawesi Utara, Bagus menceritakan bahwa berbagai proses uji kelayakan amdal, teknis, operasi, ekonomi dan sosial-politik telah dilalui dengan baik dan seksama, dengan melibatkan Bank Dunia dan sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
“PLTP Lahendong saat ini menghasilkan listrik berkapasitas 120 Mega Watt, di mana seluruh pengoperasiaannya dilakukan oleh orang Indonesia,” ungkap Bagus.
Sementara, pengamat energi Ugan Gandar mengajak mahasiswa untuk peduli dan terlibat aktif dalam proses pengembangan, penyediaan dan pencapaian kemandirian dan kedaulatan energi nasional.
Ugan mengingatkan sejak lahirnya UU No.22/2001 tentang Migas pengelolaan migas nasional menjadi liberal dan cenderung dikendalikan oleh para kapitalis.
“Pertamina sebagai BUMN energi menurut konstitusi seharusnya diberikan hak penuh mengelola migas dari hulu hingga hilir. Nyatanya hingga saat ini sulit terwujud. Beberapa blok migas diberikan hak pengelolaannya kepada asing dan ketika konsesi habis, Pertamina disetarakan dengan swasta/asing. Hanya sebagian kecil blok migas yang dikembalikan ke Pertamina namun dengan syarat harus memberikan komitmen signature bonus kepada pemerintah. Artinya sama saja Pertamina disejajarkan dengan perusahaan swasta atau asing,” ungkap Ugan.
Rektor UNIMA Prof Dr Julyeta P.A Runtuwene berharap UNIMA dapat didukung dan dibantu oleh para pakar dan BUMN untuk mengembangkan program studi geothermal di UNIMA serta mendukung berkembangnya eksploitasi panas bumi di Sulawesi Utara.
Hadir ratusan mahasiswa UNIMA dan Unversitas Sam Ratulangi, serta perwakilan BEM mulai dari UGM, UNJ, UNY, UNESA, UNIMED, UNSOED, ITM, ITT Bandung, UNHAS, UDAYANA, UPI, UMM, UP Ganesha dan Universitas De La Salle Manado. Selain itu, hadir pula sejumlah perwakilan dari pengurus Serikat Pekerja yang tergabung dalam FSPPB dari sejumlah daerah.[SFY]