Pemprov DKI Bakal Gugat Perusahaan Penyedia Bus TransJakarta

TRANSINDONESIA.CO – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mengajukan gugatan hukum terhadap perusahaan penyedia bus TransJakarta dalam pengadaan tahun 2013.

Beberapa perusahaan enggan mengembalikan uang muka pengadaan empat paket bus yang sebelumnya digelontorkan Pemprov DKI. Padahal, kontrak pengadaan tersebut sudah diputus pada 2017.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan jumlah uang muka yang masih belum kembali yaitu Rp110,2 miliar. Surat permohonan membawa kasus penagihan ini ke meja hijau pun sudah ia kirimkan ke Biro Hukum Pemprov DKI.

“Beberapa waktu lalu kami sudah membuat surat ke Biro Hukum terkait gugatan ini karena penagihan uang muka tidak bisa terselesaikan. Namun, jadi atau tidaknya hal tersebut masuk ke ranah hukum, kami tetap tunggu rekomendasi Biro Hukum kami,” kata Syafrin kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (27/7/2019).

Rencana gugatan ini tidak tercetus secara mendadak. Syafrin menjelaskan awal mula penagihan uang muka tersebut.

Kasus ini bermula pada 2013, saat lelang untuk 14 paket pengadaan bus dengan anggaran sebesar Rp1,6 triliun. Hanya saja, dalam perjalanannya, lelang itu bermasalah karena peserta lelang melakukan persekongkolan satu sama lain demi memenangkan pengadaan yang dimaksud.

Laporan itu dimuat dalam keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor /KPPU-I/2014, di mana sebanyak 19 pihak divonis melanggar pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena melakukan pengaturan lelang secara vertikal dan horizontal.

Bahkan, kasus tersebut sempat dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena lelang itu disebut merugikan negara hampir setengah triliun. Walhasil, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemudian memberikan dua rekomendasi kepada Pemprov DKI melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tertanggal 29 Mei 2017.

Pertama, Pemprov harus memutus kontrak dengan perusahaan penyedia bus yang menang lelang pada 2013 dan berhak mendapatkan kembali 20 persen dari uang muka yang telah dibayarkan. Kedua, jika penagihan tidak bisa dilakukan secara kekeluargaan, maka Pemprov bisa membawa perkara ini ke jalur hukum.

Syafrin mengatakan gugatan ini sebagai tindak lanjut atas laporan BPK kala itu.

“Untuk itulah kami sekarang bertanya kepada Biro Hukum, apakah mungkin kami sudah bisa melaksanakan rekomendasi yang kedua ini,” tutur Syafrin.

Sejauh ini, penagihan terhadap beberapa perusahaan itu belum membuahkan hasil. Penagihan uang muka sudah dilakukan sejak 2017. Namun, upaya itu belum membuahkan hasil.

Terlebih, saat ini beberapa perusahaan pemenang lelang bus itu sudah dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri. Tak heran jika ia sendiri masih belum tahu nasib penagihan uang muka ini jika nantinya Biro Hukum tidak memperbolehkan kasus ini dibawa ke ranah hukum.

“Dinas Perhubungan ini kan sebagai instansi teknis. Nah, kami sudah berkomunikasi dan minta pandangan dengan Biro Hukum DKI. Namun, sampai saat ini belum ada arahan dari Biro Hukum,” ujarnya.[CNN]

Share
Leave a comment