Besok Tersangka BLBI Sjamsul Nursalim dan Istri Diperiksa KPK

TRANSINDONESIA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memanggil pemegang saham pengendali BDNI  (SJN) dan istrinya Itjih Nursalim (ITN) untuk diperiksa sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor antuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

“Pemeriksaan akan dilakukan Jumat 19 Juli 2019 pukul 10.00 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan,” kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, Kamis (18/7/2019).

Ini adalah panggilan kedua untuk SJN dan ITN. Dua tersangka tersebut sebelumnya tidak hadir untuk panggilan pemeriksaan pertama pada Jumat, 28 Juni 2019.

“Surat panggilan untuk dua tersangka tersebut telah dikirimkan ke lima alamat di Indonesia dan Singapura. Di Indonesia, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan ke rumah para tersangka di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan, sejak Rabu 10 Juli 2019,” kata Febri.

Untuk alamat di Singapura lanjut Febri, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia, ke empat alamat, sejak Kamis, 11 Juli 2019, yaitu: 20 Cluny Road; Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West; 9 Oxley Rise, The Oaxley dan 18C Chatsworth Rd.

Selain mengantarkan surat panggilan pemeriksaan tersebut, KPK juga meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia mengumumkannya di papan pengumuman kantor KBRI Singapura. Upaya pemanggilan tersangka juga dilakukan dengan meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura sejak Rabu 10 Juli 2019.

SJN dan ITN diduga melakukan Tindak Pidana Korupsi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Diduga Kerugian Keuangan Negara adalah sebesar Rp4,58 triliun. Pasalnya, saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa tersangka melakukan missrepresentasi dan aset tergolong aset tersebut tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi. Pada tanggal 24 Mei 2007 PPA melakukan penjualan hak tagih hutang petambak plasma senilai Rp. 220.000.000.000,- padahal nilai kewajiban SJN yang seharusnya diterima negara adalah Rp4,8 Triliun;.

Atas perbuatan tersebut, SJN dan ITN disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.[REL]

Share
Leave a comment