Anies dan Gerindra Bela IMB Reklamasi
TRANSINDONESIA.CO – Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyebut, dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada umumnya, posisi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sebagai regulator yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan atau tidak menerbitkan sebuah izin. Dalam kasus program pembangunan lahan reklamasi ini, posisi Pemprov DKI sebagai salah satu pihak dalam sebuah perjanjian kerja sama sekaligus sebagai regulator.
“Karena program reklamasi ini sejak awal, yaitu pada 1997, melibatkan swasta sebagai pelaksana. Lalu, hubungan antara Pemprov DKI dan pihak swasta itu diatur menggunakan perjanjian kerja sama. Perjanjian kerja sama itu secara hukum setara dengan undang-undang (UU) bagi kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian itu,” kata Anies, Rabu (19/6).
Anies melanjutkan, Pemprov DKI Jakarta terikat dalam perjanjian kerja sama dengan pihak swasta sebagai pelaksana program reklamasi. Perjanjian kerja sama tersebut ditandatangani pada 1997, diperbaharui pada 21 Mei 2012, 11 Agustus 2017, dan 2 Oktober 2017.
Kemudian, perjanjian kerja sama itu mengatur kewajiban pihak pelaksana reklamasi dan pihak Pemprov DKI. Salah satu kewajiban Pemprov DKI Jakarta dengan memberikan semua perizinan sepanjang pihak pelaksana reklamasi menunaikan kewajibannya.
Dalam kaitan dengan permohonan IMB, lanjut dia, kenyataannya, telah berdiri bangunan gedung yang dibangun sesuai dengan Pergub 206/2016. Semua keputusan pengadilan telah dikerjakan dan semua denda serta kewajiban telah dilaksanakan oleh pihak pelaksana reklamasi.
“Maka, sesuai perjanjian kerja sama, Pemprov DKI diharuskan untuk menjalankan kewajibannya, yaitu mengeluarkan IMB,” ujar dia.
Anies menegaskan, Pemprov DKI hanya dapat menolak menerbitkan IMB apabila kewajiban pihak swasta yang dipersyaratkan dalam perjanjian kerja sama tidak dipenuhi. Jika semua kewajiban dalam perjanjian telah dipenuhi pihak swasta, Pemprov DKI tidak dapat menolak menerbitkan IMB. Apalagi, perjanjian kerja sama itu secara hukum adalah setara dengan UU bagi pihak yang terikat.
“Sebagai regulator, Pemprov DKI berhak mengubah kebijakan, termasuk Pergub 206/2016, tetapi sesuai asas hukum tata ruang, perubahan kebijakan itu tidak boleh berlaku surut. IMB tetap diterbitkan untuk bangunan yang sudah berdiri,” kata Anies.
Sekretaris Daerah Jakarta Saefullah mengatakan, pengembang sudah telanjur membayar. Kontribusi tersebut juga sudah telanjur diserahkan, sehingga pengembang diizinkan untuk membangun.
“Kontribusi tambahan dikonversi menjadi pembangunan. DKI Jakarta tidak lagi memerlukan aturan soal kontribusi tambahan karena Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS Pantura) sudah dicabut,” kata Saefullah.
Lalu, untuk pengembang tidak mungkin dihilangkan bagunannya begitu saja. Sebab, pengembang sudah menyumbang untuk pembangunan infrastruktur DKI, waduk-waduk, dan tanggul. Kemudian, ada juga yang membuat jalan inspeksi.
Saefullah menambahkan, saat ini, hanya Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) yang akan dikembalikan ke DPRD DKI Jakarta. “RTRKS Pantura, itu kelihatannya kami tidak akan bahas lagi. Hanya RZWP3K ke DPRD untuk mengatur pantai utara setelah 12 mil, termasuk Pulau Seribu,” kata dia.
Mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengklaim, ia mengeluarkan pergub soal reklamasi tersebut untuk membantu warga DKI Jakarta yang memiliki rumah, tetapi tidak membuat IMB. Karena, saat itu khusus pulau reklamasi.
Sedangkan, untuk pulau reklamasi saat itu tidak bisa terbitkan IMB karena belum ada dasar Peraturan Daerah (Perda). Kalau sekarang, dengan Pergub 206 bisa buat IMB pulau reklamasi. Artinya, Pergub yang sama pada 2016 tidak bisa terbitkan IMB pulau reklamasi.
“Pergub aku udah bisa untuk IMB reklamasi tanpa perlu perda lagi. Yang ada kewajiban 15 persen dari nilai NJOP dari pengembang untuk pembangunan DKI Jakarta,” kata Ahok.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik mengatakan, peraturan IMB masih memegang hukum berdasarkan Peraturan Gubernur nomor 206 tahun 2016 tentang Rencana Tata Kota. Lalu, IMB dan merupakan dua hal yang berbeda dengan reklamasi.
Menurutnya, dalam masalah ini harus menyadari dua hal tersebut. Sebab, persoalan mengenai IMB hanya menyangkut cara menyelesaikan administrasi bangunan yang bersangkutan. Sedangkan, untuk reklamasi, yang menjadi persoalan adalah pembangunannya.
“IMB itu bisa diselesaikan dengan cara menyelesaikan administrasi sesuai dengan ketentuan yang beda dengan reklamasi. Jadi, jangan dicampuradukan,” kata Taufik.
Kemudian, masalah hak interpelasi untuk Dewan Perwakilan Rakyat, Taufik menyetujui. Sebab, IMB itu memang perlu dikeluarkan. Ini kan lain masalah reklamasi. Masalah membuat bangunan tanpa izin, kemudian disegel waktu itu.
Terkait reklamasi menguntungkan warga atau tidak, menurutnya, tergantung dilihat dari sudut pandang apa. Sedangkan, ia mengaku, sudah berdiskusi dengan gubernur DKI Jakarta soal penerbitan IMB.
Sementara, penerbitan IMB itu harus ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta rekomendasi Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta (Citata). Sedangkan, Peraturan Daerah (Perda) belum ada. Tetapi, ia yakin, walaupun perda belum ada, ada Peraturan Gubernur (Pergub) 206 dan pergub itu masih berlaku.
Untuk Pergub 206 tahun 2016 tentang Rencana Tata Kota, kata dia, kritik apa pun kan pergub masih bisa dipegang untuk landasan hukumnya. “Memang belum dicabut. Kalau belum dicabut kan masih berlaku,” kata dia.[]
Sumber: Republika