Rekam Jejak Akulturasi Muslim-Tionghoa di Dua Masjid Kota Bandung

TRANSINDONESIA.CO – Akulturasi budaya dalam suatu wilayah kerap memunculkan kekayaan dalam pelbagai hal. Satu di antaranya bisa ditemukan dalam gaya arsitektur bangunan yang mengandung unsur ragam budaya. Misalnya masjid yang bernuansa arsitektur Tionghoa.

Dalam sejumlah catatan, hubungan antara masyarakat nusantara (Indonesia) dengan Cina (Tionghoa), jika dikaji menggunakan pendekatan sejarah, sudah terjalin sejak abad ke-5 melalui jalur perdagangan. Dengan kata lain telah terjadi pada masa sebelum penyebaran agama Islam berlangsung di Indonesia dan jauh sebelum kedatangan Belanda.

Hal tersebut juga bisa kita jumpai di Kota Bandung. Akulturasi budaya antara muslim dan Tionghoa seakan terekam pada gaya arsitektur bangunan dua masjid di Kota Bandung.

Masjid Al-Imtijaz

Masjid Al Imtijaz terletak di Jalan ABC No. 8 Bandung. Letaknya tidak jauh dari Pasar Cikapundung. Masjid ini diresmikan pada 6 Agustus 2010.

Jika kita melintas di depannya, sepintas, kita akan mengenali bangunan ini sebagai klenteng (tempat ibadah umat Khong Hu Cu). Aksen Tiongkok pada bangunan ini nyata terlihat pada bagian atap berbentuk lengkung. Dalam arsitektur Cina, atap itu disebut atap pelana sejajar gavel.

Namun, setelah melihat papan nama yang tertera, barulah kita menyadari bangunan ini masjid, tempat ibadah untuk umat Islam.

Di beranda masjid, kita akan menemukan selasar kecil, taman, dan tempat duduk. Jika kita turun ke bawah mengikuti tangga, maka kita akan menjumpai pancuran wudu utama berbentuk cawan yang sangat unik.

Selain tata letak di luar masjid, interior di dalamnya pun tak luput dari warna merah, warna emas dan warna kuning. Termasuk pada kaligrafi yang menghias dinding masjid. Semua semakin mengentalkan pengaruh budaya oriental pada bangunan masjid.

Jika kita memasuki bangunan masjid, maka akan tercium aroma kayu karena dinding masjid didominasi bahan kayu. Termasuk dua tiang besar berwarna merah dengan ornamen warna emas dan kuning yang menjadi penyangga masjid.

Selain menjadi fasilitas beribadah bagi umat Islam, Masjid Al Imtijaz ini menjadi pusat pembinaan dan informasi bagi para mualaf (khususnya mualaf Tionghoa) yang ingin mempelajari agama Islam.

Lokasi masjid yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan elektronik menjadikannya selalu ramai sepanjang hari. Tak heran, banyak yang mendatangi masjid ini untuk menunaikan salat lima waktu.

Masjid Lautze 2 bergaya arsitektur Tionghoa di Jalan Tamblong No. 27 Bandung.[DOK.HUMAS]
Masjid Lautze 2

Masjid Lautze 2 adalah masjid dengan gaya arsitektur Tionghoa, terletak di Jalan Tamblong No. 27 Bandung. Masjid ini didirkan pada bulan Januari tahun 1997 oleh H. Ali Karim dan dikelola oleh Yayasan Haji Karim Oei (YHKO).

Masjid ini merupakan masjid tertua yang dibangun oleh muslim keturunan Tionghoa yang bermukim di Bandung. Penamaan masjid Lautze diambil dari nama jalan di Jakarta tempat kantor pusat YKHO (Jln. Lautze No 87-89 Pasar Baru, Jakarta Pusat). Begitu pun awal berdirinya, masjid Lautze berada di Jakarta sehingga Masjid Lautze yang didirikan di Bandung diberikan nama Masjid Lautze 2 untuk membedakannya dengan yang ada di Jakarta.

Selain menjadi fasilitas ibadah umat Islam, Masjid Lautze 2 juga menjadi pusat informasi Islam bagi warga Tionghoa, baik yang sudah menjadi muslim atau yang sedang mempelajari Islam.

Masjid ini memiliki ukuran 7 kali 6 meter, dan memiliki daya tampung 200 orang jamaah. Interior masjid didominasi dengan warna merah, serta hiasan lampu lampion khas Tiongkok. Jika pada bulan Ramadan Wargi Bandung sedang melintas di Jalan Tamblong pada malam hari sekira pukul 19.00 WIB, pasti akan menjumpai keramaian di masjid ini karena sedang berlangsung ibadah salat Isya dan tarawih.

Kedua masjid tersebut merupakan akulturasi budaya antara nusantara, Cina, dan muslim. Menjadi simbol persatuan bangsa bahwa negara ini begitu kaya akan budaya.[REL]

Share