YLKI Pesimis ‘Diskon’ Batas Atas Bikin Tiket Pesawat ‘Murah’

TRANSINDONESIA.CO – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tampak pesimis penurunan tarif batas atas tiket pesawat sebesar 12-16 persen mampu memangkas harga. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyebut intervensi pemerintah terhadap upaya memangkas harga tiket pesawat itu tidak akan ampuh.

Apabila, kebijakan hanya tertuang di atas kertas, maka tidak ada jaminan maskapai akan benar-benar patuh. Apalagi, kenaikan harga tiket pesawat dalam beberapa waktu terakhir rata-rata di atas 100 persen dari tarif batas bawah.

“Persentase turunnya tarif batas atas tidak akan mampu menggerus tingginya harga tiket pesawat dan tidak akan mampu mengembalikan fenomena tiket pesawat murah,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (14/5/2019).

Tulus malah mengaku khawatir penurunan tarif batas atas akan memicu maskapai untuk menaikkan harga tiket pesawat yang dijual ke masyarakat. Menurutnya, hal ini mungkin saja terjadi karena harga tiket pesawat yang dikenakan maskapai rata-rata sekitar 85 persen dari tarif batas atas saat ini.

Artinya, maskapai tidak memasang kisaran penuh dalam penjualan tiket pesawat. Namun, ketika nanti tarif batas atas turun, bukan tidak mungkin maskapai justru terpacu untuk mengerek kisaran tarif penjualan tiketnya menjadi 100 persen dari tarif batas atas yang baru.

“Artinya bisa jadi tiket pesawat malah naik pasca penurunan tarif batas atas,” imbuhnya.

Karenanya, YLKI menilai pemerintah seharusnya tidak hanya mengambil kebijakan penurunan tarif batas atas, tetapi juga memangkas sejumlah komponen pembentuk biaya operasional pesawat. Misal, menghilangkan atau menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tarif pesawat sebesar 10 persen menjadi 5 persen.

“Jadi pemerintah harus fair (adil), bukan hanya menekan maskapai saja, tetapi pemerintah tidak mau mereduksi potensi pendapatannya,” ungkapnya.

Selain PPN, Tulus melihat ada ruang bagi pemerintah untuk juga menurunkan kontribusi pembentukan harga tiket pesawat dari tarif jasa kebandarudaraan. Sebab, tarif tersebut kerap naik setiap dua tahun.

Kemudian, YLKI juga meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi berkala terkait formulasi tarif batas atas dan bawah tiket pesawat. Sebab, ia mencatat sudah tiga tahun terakhir tidak ada evaluasi, padahal komponen pembentuk harga kerap berubah-ubah.

Selanjutnya, pemerintah juga perlu mengantisipasi dampak dari penurunan tarif batas atas terhadap perkembangan industri penerbangan ke depan.

Tulus khawatir, berkurangnya potensi keuntungan maskapai akibat pengubahan tarif batas atas akan membuat maskapai berefisiensi melalui perubahan jadwal atau rute penerbangan di sejumlah destinasi. Khususnya, destinasi yang tak populer dan sulit dijangkau.

Misalnya, dengan menutup rute penerbangan yang dianggap tidak menguntungkan atau setidaknya mengurangi jumlah frekuensi penerbangannya. “Jika hal ini terjadi, maka akses penerbangan banyak yang  (bangkrut), khususnya Indonesia bagian Timur, di remote area. Publik akan kesulitan mendapatkan akses penerbangan,” tandasnya.[CNN]

Share