Sistem Merit Berhasil Tekan Primordialisme Birokrasi

TRANSINDONESIA.CO – Anggapan bahwa pimpinan kementerian/lembaga yang berasal dari daerah A, akan memilih pejabat dari daerah yang sama. Sifat mementingkan ke daerahan atau primordial seperti itu ditemui ketika belum terjadi reformasi birokrasi.

Dengan optimalisasi sistem merit, kini kompetensi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) harus sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh suatu jabatan.

Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Dwi Wahyu Atmaji menjelaskan, reformasi SDM aparatur itu adalah upaya menghadapi tantangan global. “Sekarang yang sedang kita hadapi adalah revolusi industri 4.0,” ujarnya dalam acara diskusi media dengan tema Teguh Membangun Pemerintahan yang Bersih dan Modern, di Kantor Staf Presiden (KSP), Rabu 27 Maret 2019.

Untuk mewujudkan Smart ASN, dibutuhkan abdi negara yang berdaya saing. Untuk itu pemerintah memperbaiki kualitas ASN dimulai dari sistem rekrutmen.

Rekrutmen CPNS sudah menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT) yang mereduksi adanya kecurangan dan calo, serta pendaftaran secara online. “Pendaftaran sudah online. Itu sangat membantu masyarakat, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja,” imbuhnya.

Pada tahun 2024, diharapkan profil ASN Indonesia memiliki integritas tinggi, berjiwa nasionalisme, memiliki wawasan global, memiliki penguasaan terhadap teknologi informasi dan bahasa asing, mampu memberikan pelayanan yang berkualitas, serta memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurship).

Kini, pemerintah juga membuka formasi untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan skema ini, pemerintah bisa merekrut tenaga ahli untuk percepatan pembangunan dan pencapaian target organisasi. PPPK ini pun bisa mengisi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT). Dengan begitu, pengisian jabatan harus sesuai dengan kompetensinya.

Penerapan sistem merit ini juga diapresiasi oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI tahun 2003-2008, Jimly Asshiddiqie. “Kalau dulu penerapan sistem merit belum optimal. Ada faktor primordial masih membudaya,” jelasnya dalam acara yang sama.

Namun tak berarti penerapan sistem ini sudah sangat baik. Ia menilai masih terus dibutuhkan pengembangan. Dijelaskan, yang dibutuhkan untuk pengembangan sistem merit adalah sistem aturan yang harus diperbaiki, perbaikan kelembagaan, serta SDM aparatur yang terus beradaptasi dengan perubahan. “Kita masih perlu penataan yang terpadu,” imbuh Jimly.

Di tahun politik ini, banyak ASN yang ‘terjebak’ dalam hiruk pikuk politik. Jimly mengingatkan agar para abdi negara menjaga netralitas. Kepada para politikus, ia pun berpesan agar jangan menjadikan ASN sebagai alat politik. “Jangan melibatkan ASN dalam kontestasi politik,” tegasnya.

Dalam diskusi media tersebut, hadir pula Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi, Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Ekologi dan Budaya Strategis KSP Yanuar Nugroho, dan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja.[LYN]

Share
Leave a comment