Kronologi OTT Suap untuk Serangan Fajar Bowo Sidik Pangarso
TRANSINDONESIA.CO – KPK menggelar operasi tangkap tangan terkait suap distribusi pupuk. Dalam operasi ini, KPK menangkap anggota DPR Bowo Sidik Pangarso, pegawai PT Inersia dan petinggi PT Humpuss Transportasi Kimia.
Selain menangkap beberapa orang, KPK juga menyita uang yang diduga suap untuk Bowo dari PT Humpuss.
Berikut kronologi OTT terkait suap distribusi pupuk:
Rabu (27/3)
KPK menerima informasi ada penyerahan suap di Gedung Granadi, Jakarta Selatan. Di gedung itu merupakan kantor PT Humpuss Transportasi Kimia.
Uang sebesar Rp 89,4 juta diberikan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti, kepada pegawai PT Inersia, Indung. KPK menduga Indung adalah orang dekat Bowo.
Dari Gedung Granadi, KPK menangkap Asty, Indung, Selo selaku Head Legal PT Humpuss, dan Manto selaku Bagian Keuangan PT Inersia.
16.30 WIB
KPK bergerak ke apartemen milik Bowo di Permata Hijau, Jakarta Selatan.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, PT Humpuss diduga menyuap Bowo untuk mempengaruhi PT Pupuk Indonesia Logistik agar memberikan pekerjaan distribusi pupuk. Pekerjaan itu sebelumnya sudah pernah dikerjakan PT Humpuss, tapi masa kerja samanya sudah berakhir.
“Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK (Humpuss) digunakan kembali,” kata Basaria di KPK, Jakarta Selatan, Kamis (28/3).
Kesepakatan antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss untuk distribusi pupuk kemudian kembali terjalin. Setelah ada penandatanganan MoU pada 26 Februari 2019.
“BSP (Bowo) meminta fee USD 2 tiap metric ton,” kata Basaria. KPK menduga uang itu akan dipakai Bowo untuk ‘serangan fajar’ dalam Pemilu 2019.
Akibat perbuatannya, Bowo dan Indung sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu Asty sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.[KMP]
Sumber: Kumparan.com