Promosi Doktor, Kompol Ali Zusron Raih Predikat Cumlaude

Pola penanganannya masih cenderung berfokus pada penghentian kekerasan ketika konflik sudah terjadi sehingga opini yang terbentuk di masyarakat bahwa penanganan “alat pemadam kebakaran”

Dr.Ali Zusron,SH,MH.[NICO]
TRANSINDONESIA.CO | JAKARTA – Penanganan konflik oleh Polri masih menimbulkan problem, sehingga masih berpotensi untuk kembali terjadi dan bahkan meluas. Sebab itu, Polri dengan dibantu semua elemen terkait dan masyarakat diharapkan mampu mengoptimalkan upaya penanganan konflik sosial.

Berulangnya berbagai kasus konflik sosial di beberapa tempat, disebabkan pola penanganannya masih cenderung berfokus pada penghentian kekerasan ketika konflik sudah terjadi sehingga opini yang terbentuk di masyarakat bahwa penanganan “alat pemadam kebakaran”.

Demikian salah satu alasan yang dikemukakan Kompol Ali Zusron,SH,MH, dalam mempertahankan disertasi promosi doktor di hadapan tim penguji Prof.Dr.H.ldzan Fautanu,MA, Dr.Yanto,SH,MH, Dr.Ramlan Lina’S,SH,MH, Prof.Dr.JH Sinaulan,SH,M.Ag,M.Sc dan Prof.Syarifudin Tipe,M.Si, di Universitas Jayabaya.

Menurut Ali Zusron, kelemahan yang dihadapi Polri dalam konflik sosial, antara lain; Sumber Daya Manusia yang masih belum seluruhnya profesional, suatu kondisi tidak terlepas dari manajemen rekruitmen, pendidikan, penempatan, pembinaan, serta promosi yang belum didasarkan semata-mata pada kualitas.

Rendahnya kemampuan komunikasi anggota polsek dalam penanganan kasus-kasus konflik sosial sehingga lebih mengutamakan tindakan represif dari pada persuasif.

“Tindakan-tindakan yang bersifat preemtif dan preventif belum maksimal seperti hubungan kemitraan dengan masyarakat, penyuluhan, patroli dan sebagainya, sehingga tak optimalnya dukungan para tokoh agama, tokoh masyarakat serta organisasi kemasyarakatan,” tutur Ali Zusron.

Diakui mantan Kapolsek Tambun, Polres Metro Bekasi, ini dalam rangka meningkatkan kemampuan Polri, khususnya personil Bintara di tingkat Polsek harus dilakukan perubahan paradigma dari citra polisi yang dahulunya antagonis menjadi polisi yang protogonis.

Sikap protogonis adalah community policing (pemolisian masyarakat) yang dikembangkan atas dasar sikap responsivitas dan pro aktif. Artinya, Bintara Polri harus mampu membaca perkembangan masyarakat dan kebutuhan masyarakat berkaitan dengan rasa aman dan tertib serta kebutuhan ditegakkannya hukum manakala terjadi pelanggaran hukum.

Apabila hukum tidak ditegakkan dengan bantuan polisi, maka akan menimbulkan pudarnya kepercayaan masyarakat kepada hukum dan institusi di bidang hukum termasuk polisi.

Konsep Community Policing yang beraspek pada kemitraan dengan masyarakat guna dapat mewujudkan pemberdayaan masyarakat memiliki andil yang sangat besar dalam menciptakan penyelesaian maupun pencegahan terjadinya konflik yang lebih besar.

Diakui, di negara mana pun di dunia, masyarakatnya menginginkan memiliki kepolisian yang baik, artinya dalam menyelenggarakan fungsi kepolisian harus sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, sehingga dibutuhkan syarat kepolisian yang ideal.

Ali Zusron, yang berhak menyandang gelar doktor ini dinyatakan lulus dengan cumlaude (memuaskan), karena menurut perwira menengah yang kini bertugas di Dit Krimsus Polda Metro Jaya, kepolisian harus lebih tanggap dalam upaya pengelolaan konflik yang belum dan sudah terjadi. Perlu dirumuskan sistem pengawasan secara terus menerus terhadap wilayah-wilayah yang rawan konflik.

Diperlukan penerapan keadilan restoratif, sehingga peranan mediasi perlu disosialisasikan kepada masyarakat.

Diperlukan penguatan masyarakat dengan pendekatan kearifan lokal dan penguatan sinergitas antara aparat kepolisian dengan para tokoh agama, tokoh masyarakat dan ormas kemasyarakatan dalam membangun fungsi keamanan.

Terakhir dibutuhkan sinergitas antara Polri dan TNI dalam penanggulangan konflik sosial.[NIC]

Share
Leave a comment