Korupsi Berjamaah, KPK Ingatkan Tak Salah Pilih Caleg

Kami berharap dalam hal pencegahan dan perwujudan politik yang bersih ke depan dalam pemilu legislatif ke depan aspek latar belakang dari calon anggota legislatif itu diperhatikan

Gedung KPK>(Dok)

TRANSINDONESIA.CO | JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengingatkan masyarakat agar tidak asal pilih calon wakil rakyat dalam Pemilihan Legislatif 2019. KPK meminta masyarakat melihat rekam jejak para calon legislatif (caleg) dan tidak memilih caleg yang memiliki catatan melakukan tindak pidana korupsi.

“Kami berharap dalam hal pencegahan dan perwujudan politik yang bersih ke depan dalam pemilu legislatif ke depan aspek latar belakang dari calon anggota legislatif itu diperhatikan,” kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat 14 September 2018.

Febri menambahkan, KPK juga sangat mendukung Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang salah satunya memuat larangan mantan narapidana kasus korupsi, narkoba dan kejahatan seksual pada anak untuk menjadi calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau kota. Menurut Febri, para mantan narapidana korupsi sebaiknya tidak diloloskan untuk menjadi caleg.

“Lebih baik jika orang-orang yang pernah terlibat kasus korupsi kemudian tidak disaring sejak awal dalam mekanisme proses pencalonan data tersebut,” tegasnya.

KPK telah berulang kali menangani kasus dugaan korupsi yang dilakukan secara berjamaah oleh kepala daerah dan DPRD. Secara total terdapat 220 anggota dewan yang tersangkut kasus korupsi. Dari jumlah tersebut, 145 diantaranya merupakan legislator dari 13 provinsi yang ada di Indonesia.

Baru-baru ini, KPK setidaknya telah menjerat 41 anggota DPRD Malang yang diduga menerima suap dari Wali Kota nonaktif Malang, M Anton dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pengawasan Bangunan Jarot Edy Sulistiyono terkait persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kota Malang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2015. Selain itu, KPK juga sudah menjerat sebanyak 38 anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) periode 2009-2014 dan 2014-2019 lantaran diduga menerima suap dari mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho terkait tugas dan fungsi mereka sebagai legislator.

Tak hanya Malang dan Sumut, kasus korupsi masal yang melibatkan DPRD dan kepala daerah juga diduga terjadi di Jambi. Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi, Dody Irawan dan kontraktor Muhammad Imaddudin alias Iim yang dihadirkan sebagai saksi perkara suap dan gratifikasi dengan terdakwa Gubernur nonaktif Jambi, Zumi Zola di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/9) lalu mengakui diminta mengumpulkan uang dari para kontraktor oleh orang kepercayaan Zumi Zola, Apif Firmansyah. Uang dalam jumlah miliaran rupiah itu salah satunya untuk menyuap seluruh anggota DPRD Provinsi Jambi.

Suap ‘ketok palu’ itu diberikan agar DPRD Provinsi Jambi menyetujui anggaran yang diminta oleh Zumi Zola atau Pemerintah Provinsi Jambi. Menurut para saksi, uang dari para kontraktor terbagi dalam beberapa tahap. Sebesar Rp 9 miliar untuk anggota DPRD, sementara Rp 4 miliar diberikan bagi pimpinan DPRD dan anggota Badan Anggaran (Banggar). Dalam surat dakwaan, Zumi didakwa menyuap 53 anggota DPRD dengan total uang yang diberikan Rp 16,5 miliar.[]

 

Repulika

Share
Leave a comment