Tuntunan Dadi Tontonan

TRANSINDONESIA.CO – Kita sering melihat konflik antar pemimpin, antar lembaga, aparat, tokoh masyarakat, petinggi partai politik, dan antar pengusaha besar. Semua menunjukan kekuatan dan kekuasaan untuk saling menyerang, menjatuhan, berebut kekuasaan, dan lainnya.

Mereka semestinya menjadi tuntunan, panutan, inspirator, motivator, sekaligus menjadi guru dan konsultan bagi warga masyarakat. Mereka dipilih, dipercaya, didudukan, pada posisi terhormat agar dapat membawa kemaslahatan bagi banyak orang.

Namun, kenyataannya, mereka malah saling cakar-cakaran. Inilah Tuntunan yang sudah menjadi tontonan; solution maker yang menjadi trouble maker. Tiada wibawa lagi, tiada rasa kehormatan dan kebanggaan, cakar-cakaran sudah dilakoni menjadi lauk-pauk sarapan paginya sehari-hari. Masalah demi masalah terus dihembuskannya, tanpa solusi cerdas, dan lagi-lagi melahirkan masalah baru lainnya.

Ilustrasi

Media mewartakan tanpa ragu dan tanpa malu. Hebatnya lagi, di media sosial, kalimat dan kata-kata kasar menjadi cermin buruk perilaku sosial generasi sekarang ini. Para tokoh yang menjadi panutan pun tampaknya tidak ragu dan tidak malu-malu –terkadang bangga– melakukan dan mempertontonkan sesuatu yang tidak layak dilakukan.

Rakyat pun bingung dibuatnya. Tidak hanya itu, rakyat kadang malah menjadi ketakutan. Ibarat kata pepatah: “gajah dengan gajah berkelahi, pelanduk mati di tengah-tengah”. Siapa pun yang bertikai, tetap saja rakyat korbannya. Apa pun janji-janjinya, rakyat juga yang terus menjadi sasarannya.

Mendudukkan para tuntunan untuk memberi inspirasi, teladan, dorongan dan motivasi, untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, semestinya dipertanggungjwabkan sebagai prestasinya dalam membawa kemaslahatan bagi rakyat yang telah memberi amanah. Tontonan yang diberikan oleh para tuntunan seharusnya bukan lagi ketololan-ketololan, melainkan ide-ide baru, pemikiran-pemikiran cerdas, kreativitas dan terobosan-terobosan baru untuk menjadi solusi.[CDL]

Share
Leave a comment