Tumbal: Korban atau Dikorbankan
TRANSINDONESIA.CO – Tumbal dipahami sebagai korban persembahan kepada sesuatu yang gaib, sebagai silih atas bencana, wabah, atau demi sesuatu. Tumbal bukan korban biasa, melainkan korban yang dipilih untuk dijadikan korban dan dipersembahkan.
Masih adakah tumbal di era digital ini? Secara ritual atau sosial, penumbalan tidak ada lagi baik secara tersirat maupun tersurat. Namun, ketika memahami apa yang dirasakan atau diakibatkan atas sesuatu yang berkaitan dengan sumber daya, kekuasaan dan penguasaan, hidup dan kehidupan bagi banyak orang, tanpa sadar tetap ada yang ditumbalkan atau dikorbankan. Karena begitu hebatnya para pelaku ini, hingga kesadaran praktis mereka tertutup dan tak lagi terbuka.
Tumbal dan menumbalkan semestinya tidak boleh ada lagi, walau tersirat sekalipun karena ini melanggar HAM dan tidak manusiawi. Penumbalan tentu sebuah rancangan yang sadar ataupun tidak sadar kita lakukan.
Lihat saja pada kebijakan publik, dimana arah keberpihakan akan terlihat dan dirasakan. Tatkala keberpihakan melenceng tidak kepada kaum lemah dan marginal, maka mereka akan ditumbalkan atau jadi ganjal atas kesuksesan ndoro-ndoro-nya.
Tumbal menjadi korban atau dikorbankan, bukan untuk sesuatu yang sacral, melainkan demi kepentingan yang juga bukan untuk menyejahterakan, malainkan untuk suatu penjarahan. Begitu menyakitkan bagi yang menjadi korban dan tumbal tadi. Mereka hanya dapat grundelan dan pasrah tiada daya. Apa pun yang dikatakan tiadalah guna. Para ndoro sudah micek dan budek untuk tidak peduli pada apa yang di-grundel-kan.[CDL]