Nuansa Akademik dan Pengasuhan Akpol

TRANSINDONESIA.CO – “Keras, Tegas, Disiplin, Berwibawa” menjadi suatu simbol kebanggaan bagi sebagian para alumni maupun senior Akademi Kepolisian (Akpol).

Ceritera kekerasan yang dialami akan diceriterakan bahkan ditransformasi kepada para yuniornya. Menganggap masanya paling keras paling ditempa bahkan menghakimi kalau pada yunior-yuniornya ini jauh lebih nyaman, lebih ringan bahkan lebih dimanjakan.

Dampak transformasi kekerasan ini akan terus berlangsung secara turun-temurun. Bagi yang jarang ditindak dianggap makan tulang atau tim aman yang pasti divonis lemah dan lainnya.

Akpol Semarang.(dok)

Kekerasan simbolik secara tanpa sadar menjadi suatu kebanggaan bahkan kekerasan fisik diyakini sebagai jalan menanamkan jiwa korsa dan disiplin. Apa yang didapatkan adalah tekanan, ancaman dan paksaan sehingga berdampak pula pada kepura-puraan dan tiada rasa syukur atau ketulusan.

Ini juga akan diterapkan pada institusi yang dipimpinnya juga kepada masyarakat yang dilayaninnya kelak. Pd saat senior di Akpol menganggap senior cant do no wrong. Tatkala menjado pejabat semua yang dilakukan diyakini sebagai hal yang benar. Tatkala reuni atau kumpul angkatan maupun temu kangen ceritera-cerita kekerasan pada masa Akpol menjadi bumbu sedap kenangan manis yang akan dihembuskan sebagai perekat solidaritas.

Kekerasan yang dilakukan secara simbolik maupun fisik tanpa sadar menjadi simbol ketegasan dan menggerus nilai-nilai akademik bahkan kemanusiaan. Ada sebutan raja tega, ada istilah tidak peka dan peduli alias pembiaran, ada istilah memihak dan tidak fair. Banyak lagi istilah-istilah labeling atas produk pemolisian.

Sadar atau tidak, ketegasannya merupakan hasil dari kekerasan yang dilakukan dalam pendidikan. Bentakan sampai pukulan akan diterapkan pula kepada masyarakat yang dilayaninya. Kasar mau menang sendiri merasa paling benar sebagai cara membangun disiplin. Dampaknya akan saling adu kekuatan dan saling merasa tidak pernah bersalah, bahkan salahpun tiada rasa malu lagi.

Tatkala semua yang keliru dibenarkan yang benar diabaikan ini membuat dampak citra dan kepercayaan yang akan terkoyak. Kekerasan simbolik maupun fisik merefleksikan berkelahi ribut atau konflik yang diutamakan. Asu gede menang kerah e. Siapa yang kuat besar maka akan mampu menguasai dan bisa menang-menangan.

Diplomasi diskusi mencari solusi dianggap jalan lemah atau bahkan salah. Di dalm implementasi pemolisian adu kekuatan atau power and authority menjadi basic untuk mampu menguasai wilayah, masalah bahkan potensi sumber daya. Apa yang terjadi pangkat jabatan menjadi idola bahkan menjadi tujuan untuk berkuasa. Pangkat dan jabatan yang semestinya merupakan sarana malah menjadi tujuan dan rebutan. Lagi-lagi timbul pertanyaan apa keahliannya? Akan dengan sulit dan setengah hati menjawabnya.

Kewibawaannya akan ditandai dari jabatan, kewenangan bahkan kekayaanya. Saat menjabat seperti dewa saat tidak menjabat bisa seperti prang gila. Segala cara dihalalkan dan semua cara dilakukan yang penting menang dan senang. Bagi yang tidak mampu masuk dalam lingkaran atau pola perebutan tadi berpasrah diri diam karena tidak ada gunanya melawan. Jangankan melawan grundelan saja akan dimatikan.

Apa yang nampak sebagai disiplin sebenarnya sebatas kulitnya. Untuk kepentingan-kepentingan seremonial, supervisial. Mengapa demikian? karena ditanamkan dengan kekerasan ancaman dan membuat ketakutan. Apa yang namanya kesadaran seakan diabaikan dan dilupakan.

Tatkala Akpol mencanangkan sebagai pusat keunggulan dan berstandar internasional apa yang semestinya dilakukan? Apa pekerjaan polisi melalui pemolisianya? Mengapa perlu adanya polisi di dalam masyarakat? Apa makna profesionalisme modern dan terpercaya? Bagaimana model pendidikan di Akpol sebagai lembaga pendidikan yang menyiapkan kader-kader pimpinan Polri di masa depan?

Pertanyaan-pertanyaan di atas memang gampang diucapkan, namun akan sangat sulit mengimplementasikan apalagi sarat dengan kepentingan. Beberapa hal yang dapat diterapkan untuk menjadikan Akpol sebagai pusat unggulan dan berstandar internasional antara lain:

  1. Membangun nuansa akademik dan ilmiah di dalam pendidikan dan pengasuhan di Akpol
  2. Menyiapkan wadah riset dan pwngembangan teknologi kepolisian dalam bentuk laboratorium sosial
  3. Memperkenalkan para instruktur dosen dan para taruna pada asosiasi atau forum-forum kepolisian tingkat nasional maupun internasional
  4. Mengembangkan kemampuan diskusi, meneliti, menulis ilmiah sampai dengan debat publik
  5. Menerapkan konsep pendidikan kesadaran tanggung jawab dan disiplin untuk kemanusiaan
  6. Sistem belajar kelompok kecil dengan pola mentorship maupun tutorial
  7. Menanamkan nilai-nilai polisi sebagai penjaga kehidupan, polisi sebagai pembangun peradaban dan sekaligus polisi sebagai pejuang kemanusiaan
  8. Pembinaan di bidang akademik, seni budaya, olah raga dan mental spiritual merupakan suatu harmoni yang tercermin dalam pola pendidikan, pelatihan dan pengasuhan

Kebijakan pimpinan tentu menjadi landasan dasar. Di samping itu juga para pembina dari level instruktur hingga dosen utama merupakan ikon/ role model bagi para taruna.

Pendidikan Akpol sebagai wadah untuk menyiapkan kader-kader pimpinan Polri di masa depan yang Promoter yang mampu merefleksikan sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradan sekaligua pejuang kemanusiaan.[CDL]

Share