Adu Domba Dumay dan Pembodohan Publik
TRANSINDONESIA.CO – Di era digital dunia maya (dumay) mejadi bagian penting bagi warga net untuk dapat berkomunikasi, saling tukar informasi dalam mengisi hidup dan kehidupannya.
Sayangnya, dalam warga net ada juga kejahatan yang dihasilkan secara langsung maupun melalui pembangunan label untuk kebencian. Pelaku-pelaku kejahatan dunia maya dari memberi beri hoax untuk menipu sampai dengan menabur hembusan kebencian menjadi ajang bisnis untuk pembodohan publik atau sebagai perang proksi.
Perusakan opini merupakan gerusan daro dalam yang tanpa sadar dapat membunuh logika dengan berbagai isu yang meracuni dan memancing emosi untuk saling melabel dan membenci hingga saling membantai.
Dalam dunia maya pelaku-pelakunya bisa terselubung berganti ganti identitas dan cara-cara memanipulasinyapun bervariasi. Apa yang mereka lakukan tanpa sadar menghembuskan isu yang tatkala bertautan dengan hal-hal primordial (sara) akan mudah menggalang solidaritas apabila publik tingkat kecerdasanya rendah.
Logika kaca mata kuda dipakainya. Benar salah baik buruk suci dosa surga neraka menjadi alat menghakimi sesamanya yang berbeda dengan prinsipnya.
Pembodohan-pembodohan ini dari perorangan sampai terstruktur ada dan hingga ratusan ribu akun siap memuntahkan hembusan-hembusan kebencian untuk mengadu domba.
Mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi pentingbdan mendasar bagi tetap utuh tegaknya hidup berbangsa dan bernegara. Kebodohan simbol dari hilangnya kewarasan tidak berlakunya akal sehat tidak lagi mampu dialog bahkan buntu untuk menyelesaikan konflik dengan cara-cara yang beradab.
Kaum tipu-tipu dan penghembus kebencian ini sebenarnya kaum perusak peradaban. Membuli membuat opini penghakiman publik, mendorong terjadinya konflik akan senang bila terjadi kerusuhan, kesusahan hingga adanya kematian.
Hasrat merusak keteraturan ini golongan sakit jiwa yang apabila menjangkit kaum berkuasa dengan segudang sumber daya, ia akan dapat melakukan apa saja yang penting senang yang penting menang.
Tidak lagi peduli kemanusiaan, tak peduli bangsa dan negaranya. Jiwa-jiwa psikopat ini menggelora untuk merusak dan merusak demi memuaskan nafsu berkuasa. Kejam dan biadab, apa yang dilakukannya karena tidak hanya membunuh satu orang melainkan dapat membasmi kehidupan banyak orang.
Dampak kemajuan di era digital menjadi ajang baru bagi kaum-kaum sakit jiwa yang sudah lupa diri dan dipenuhi hasrat berkuasa tinggi tidak lagi peduli apa saja yang penting senang dan bisa mencapai tujuanya.
Mencerdaskan kehidupan bangsa salah satu amanah UUD 45 menjadi tonggak bahwa para bapak bangsa menyadari tatkala kebodohan masih meraja lela maka kehancuran akan segera tiba.
Tatkala publik terus dicekoki dengan kebencian dan berbagai issue pembodohan maka akal sehat dan jiwa kemanusiaannya akan mudah menguap. Para bapak bangsa sadar dan memahami betul bangsa ini sarat dengan potensi konflik dari lokal sampai dengan nasional bahkan mempengaruhi secara global.
Upaya-upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini yang semestinya terus dibangun untuk mampu mengcounter isu-isu kebencian dan pembodohan-pembodohan dari kaum psikopat. Publik yang cerdas akan kritis tidak asal main hakim sendiri, namun mampu melihat merasakan menilai dan memilih secara beradab.[Penulis- Cryshnanda Dwilaksana]