Skill Ruhani: Orang Beriman, La Tahzan..!

TRANSINDONESIA.CO – Dalam tausiyah kali ini akan dibahas tentang pandangan Al-Quran terhadap kesedihan. Apakah Al-Quran melarang bersedih atau membolehkannya…?

Jika kita melakukan pengamatan lebih mendalam, menurut Ibn al-Qayyim dalam Kitab “Madarij as-Salikin”, kata-kata sedih (huzn) dalam Al-Qurán terbagi dalam dua bentuk, yakni bentuk pelarangan dan bentuk penegasian (peniadaan). Mari kita perhatikan kedua bentuk tersebut.

Pertama, bentuk larangan. Dalam hal kita mendapatkan beberapa ayat, seperti:

ولا يحزنك قولهم إن العزة لله جميعا هو السميع العليم

DR.H.Muhammad Iqbal Irham.

“Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Qs. Yunus, 10: 65).

واصبر وما صبرك الا بالله وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِم ولا تك في ضيق مما يمكرون

“Bersabarlah, dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”.

(Qs. An-Nahl, 16: 127).

إن الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا تتنزل عليهم الملائكة الا تخافوا ولا تحزنوا وابشروا بالجنة التى كنتم توعدون

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (Qs. Fushshilat, 41: 30).

إلا تنصروه فقد نصره الله إذ أخرجه الذين كفروا ثاني اثنين إذ هما في الغار إذ يقول لصاحبه لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فأنزل الله سكينته عليه وأيده بجنود لم تراها وجعل كلمة الذين كفروا السفلى وكلمة الله هي العليا والله عزيز حكيم

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua (Tsur), ketika itu dia berkata kepada sahabatnya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan bala tentara (malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Allah menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat (firman) Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. At-Taubah, 9: 40)

فنادىها من تحتها الا تحزني قد جعل ربك تحتك سريا

“Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Qs. Maryam, 19: 24).

“Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul”. (Qs. Al-Qashash, 28: 7).

لكيلا تحزنوا على مافاتكم ولا ما أصابكم والله خبير بماتعملون

“Agar kamu tidak bersedih (lagi) terhadap apa yang luput (hilang, lenyap) dari kamu, dan terhadap apa yang menimpamu. Dan Allah maha teliti apa yang kamu kerjakan”. (Qs. Ali Imran, 3: 153).

Ayat-ayat di atas merupakan larangan Allah, baik secara langsung maupun melalui perantara malaikat Jibril, kepada Rasulullah saw, orang yang beriman dan kepada Maryam (Bunda Nabi Isa) dan Bunda Nabi Musa. Hal ini menunjukkan bahwa “kesedihan itu adalah sesuatu yang dilarang”.

Larangan bersedih ini, jika merujuk pada kaidah bahasa Arab, bermakna dua hal, yakni larangan yang tegas dan keras (haram), dan larangan yang tegas namun lebih lunak (makruh). Namun yang manapun diantara dua hal ini kita pahami, keduanya menunjukkan bahwa bersedih itu harus dihindari.

Kedua, huzn (kesedihan) dalam bentuk penegasian (peniadaan). Dalam hal ini kita juga akan memperoleh banyak ayat, semisal:

يا عباد لا خوف عليكم اليوم ولا أنتم تحزنون. الذين امنوا بدايتنا وكانوا مسلمين

“Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati.

(Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri (Muslim)”. (Qs. Az-Zukhruf, 68-69)

الا إن أولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون. الذين امنوا وكانوا يتقون

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Qs. Yunus, 10: 62-63).

بلى من أسلم وجهه لله وهو محسن فله أجره عند ربه ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (Qs. Al-Baqarah, 2: 112).

وما نرسل المرسلين إلا مبشرين ومنذرين فمن آمن واصلح فلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan bahwa barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”. (Qs. Al-An’am, 6: 48).

Ayat-ayat tersebut di atas, sebagai contoh dari sebagian besar ayat-ayat lainnya, merupakan penegasian (peniadaan) kesedihan bagi orang-orang yang muslim, mukmin, muhsin dan muttaqin. Jadi, dapat dipahami bahwa seluruh tingkatan (level) dalam umat Muhammad saw, dilarang untuk bersedih.

Lantas, apa rahasia dari semua ini? Ibn al- Qoyim menjelaskan;

وسر ذلك أن الحزن موقف غير مسير، ولا مصلحة فيه للقلب، وأحب شيء إلى الشيطان :أن يحزن العبد ليقطعه عن سيره ويوقفه عن سلوكه، قال الله تعالى : {إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا }

Rahasianya adalah, karena kesedihan adalah keadaan yang tidak menyenangkan, tidak ada maslahat (kebaikan) bagi hati. Suatu hal yang paling disenangi setan adalah, membuat sedih hati seorang hamba. Hingga menghentikannya dari rutinitas amalnya dan menahannya dari kebiasaan baiknya. Alla ta’ala berfirman,

إِنَّمَا النَّجْوَىٰ مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا

“Sesungguhnya pembicaraan bisik-bisik itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita” (Qs. Al-Mujadalah: 10].

Pertanyaan buat kita semua, apakah kita akan membiarkan syaitan mengganggu dan menggoda sehingga kita merasakan kesedihan? Ataukah kita akan mengikuti jalan-jalan orang-orang Muslim, Mukmin, Muhsin dan Muttaqin, yang tidak memiliki rasa sedih di dalam dirinya.[DR. H. Muhammad Iqbal Irham]

Share
Leave a comment