Skill Ruhani: Cara Jalani Hidup Dengan Mudah

TRANSINDONESIA.CO  – “Ada hal-hal penting yang harus dipahami dalam kehidupan ini, agar hidup dapat dijalani dengan dan dalam kemudahan,” demikian dikatakan DR. Muhammad Iqbal Irham dalam tausiyah ramadhan hari ini, berikut penjelasannya :

Pertama, hidup ini adalah kumpulan dari berbagai kejadian yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Semua orang akan mengalami hal yang sama. Dan Allah sudah menggilirkan semua itu pada setiap manusia.

وتلك الأيام تداولها بين الناس وليعلم الله الذين امنوا ويتخذ منكم شهداء

“… Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (sebagai) syuhada’…” (Qs. Ali Imran, 3 : 140).

DR.H.Muhammad Iqbal Irham.

Dalam kehidupan ini, semuanya datang silih berganti. Ada saatnya mengalami kesenangan dan kejayaan, namun di waktu yang lain mungkin saja akan mengalami kesusahan dan penderitaan. Tidak ada manusia yang terus menerus dalam keadaan senang, dan sebaliknya tidak manusia yang menderita secara permanen. Kalau ditanya, tentu setiap orang ingin selalu bahagia dalam hidupnya. Tetapi apakah mungkin kita setiap saat mengalami hal-hal yang menyenangkan?

Ketika mengalami sesuatu yang menyenangkan, maka kita pasti merasakan bahagia. Hati kita akan terbuka. Wajah akan berubah cerah. Perilaku menjadi riang. Hidup terasa semakin lapang,  sesungging senyum akan selalu bertengger di bibir kita. Namun pada saat disakiti umumnya semua orang akan marah, kecewa dan berang. “Hati menjadi sesak, wajah berubah menjadi berkerut dan ‘persegi empat’, hidup pun terasa kian sempit,  semakin mudah marah dan tersinggung”

Perilaku dan sikap kita berubah terlalu cepat seiring perjalanan hari-hari yang kita rasakan. Padahal jika mencermati QS Ali Imran, ayat 140 di atas, maka kita akan meyakini bahwa di dunia ini sesungguhnya tidak ada kesenangan yang abadi. Begitu juga tidak ada kesengsaraan yang abadi.

Semuanya akan berakhir seiring dengan perjalanan waktu. Lalu, mengapa kita harus selalu marah dan protes jika hanya mengalami penderitaan yang hanya sebentar dan pasti akan berakhir?

Kedua, hal yang terjadi dalam kehidupan kita, apapun bentuk dan ragamnya, merupakan salah satu episode dari keseluruhan perjalanan hidup kita. Semua ini sesungguhnya juga merupakan episode yang pasti terjadi pada setiap orang.

“Namun mengapa ada orang yang mampu meredam amarahnya, tetap dalam ketenangan hati dan kebijaksanaan serta mampu tetap mengeluarkan kata-kata yang menyejukkan…?” Sementara di sisi yang lain, ada orang yang tidak mampu menerima kenyataan, lalu kemudian berteriak, menangis dan bahkan merusak diri dengan minuman yang memabukkan atau narkoba yang menghancurkan hidupnya. (Na’udzu Billah, kita berlindung kepada Allah dari hal yang demikian).

Lalu mengapa ada orang yang bisa bahagia menghadapi kesulitan dan kesengsaraan, atau miskin, sakit dan bahkan penderitaan…?

Ternyata, bahagia tidak selalu berkaitan dengan kenyamanan, kekayaan materi, kesehatan, ketampanan atau kecantikan. Bagi Franklin, “happiness is not more possession of money; it lies in the joy of achievement, in the thrill of creative effort”, kebahagiaan tidak terletak pada kepemilikan uang semata; kebahagiaan terletak pada kegembiraan pencapaian, pada getaran upaya kreatif.

Bahagia itu dimulai dari ketenangan hati dalam menerima suatu peristiwa dan menunjukkan sikap yang tenang dalam menyikapi atau memberikan respon terhadap peristiwa tersebut. Semakin tenang hati kita, maka akan semakin bahagia kita. Sebaliknya jika hati tidak tenang, maka kehidupan ini terasa runyam dan tidak menyenangkan. Bahagia ternyata adalah “a goodthing in our mind and heart”, sesuatu yang indah di dalam hati dan pikiran kita.

Ketiga, ketenangan dalam merespon masalah yang dihadapi, akan berbuah hal yang positif. Diriwayatkan bahwa Hubur bin Aswad, adalah seorang lelaki yang terkenal sangat memusuhi Islam. Sikap dan perilakunya yang sangat membenci Islam dan kaum Muslimin, dia tampakkan dengan sangat jelas sekali. Permusuhan yang dibangunnya sangat nyata dan terang benderang. Bahkan sudah berulang kali ia menyakiti hati umat Islam, termasuk orang terdekat dari Rasulullah, Zainab binti Muhammad saw.

Suatu hari, Hubur bin Aswad membuntuti seekor unta yang dikendarai oleh Zainab yang sedang dalam perjalanan menuju ke kota Madinah. Pada saat merasa cukup tepat posisi dan jaraknya, Hubur memanah unta tersebut. Akibatnya, unta itu menjadi lemah dan tidak bertenaga lagi sehingga jatuh ke tanah. Namun sesuatu yang tidak terduga terjadi. Zainab yang berada di punuk unta, terjatuh lebih dahulu karena goncangan yang kuat. Unta yang lemah itu terjatuh dan menimpa Zainab yang pada saat itu sedang hamil. Hasilnya, kandungan Zainab mengalamikeguguran.

Perilaku Hubur yang sangat keterlaluan ini tentu membuat keluarga Zainab dan umat Islam merasa geram. Namun demikian, setelah pembebasan Kota Mekah (Fathullah Makkah), Hubur menjumpai Rasulullah dan meminta maaf atas perilaku buruknya terhadap Zainab. Dan Rasulullah, dengan segala kemuliaan sifatnya, memberikan kemaafan kepadanya. Melihat kemuliaan dan kebesaran jiwa Rasul ini, Hubur bin Aswad kemudian menyatakan diri masuk Islam.

Berkaca dari riwayat di atas, sangat layak kalau kita bertanya, apakah hati kita selalu dalam keadaan tenang dan tenteram, sehingga menghadapi persoalan selalu dengan pikiran yang jernih dan hati yang lapang?

Jika Rasulullah mampu merespon masalah dengan tenang dan jernih sehingga berbuah kebaikan dan kebahagiaan, bagaimana dengan kita yang mengaku sebagai orang beriman dan mengaku pengikut Rasulullah? Bagaimana respon kita dalam menghadapi masalah yang datang silih berganti? Apakah hati kita selalu dalam keadaan tenang dan tentram?

Mari kita lihat penjelasan tentang orang-orang yang beriman menurut Al-Quran surah al-Fath, 48:4 yang berbicara tentang sakinah, dan ayat lain yang berbicara hal yang sama. Kemudian mari kita mengukur sejauhmana keberimanan ini jika dilihat dari ayat-ayat tersebut.

Kalau kita membuka lembaran Alquran yang merupakan pedoman hidup orang beriman, maka akan ditemukan ayat-ayat yang berbicara tentang sakinah. Beberapa diantaranya terdapat di dalam Qs. At-Taubah, 9: 26, Al-Fath, 48 : 4, 18, dan 26.

Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa “sakinah” berarti thuma’ninah atau ketenteraman jiwa. Menurut Tafsir Ibn Katsir, sakinah berarti thuma’ninah dan tsabat atau ketetapan hati. Sementara itu, Tafsir al-Qurthubi memberikan makna sakinah dengan tsabat serta hilangnya ketakutan atau kecemasan dari diri seseorang.

Ibn Abbas menjelaskan bahwa seluruh kata sakinah yang terdapat dalam Al-Quran berarti thuma’ninah, kecuali yang terdapat dalam surat al-Baqarah. Namun dalam keterangan lain, Ibn Abbas menegaskan bahwa sakinah berarti rahmat atau kasih sayang dari Allah. Sementara Qatadah menyebutkan bahwa sakinah adalah al-waqar atau keteguhan hati yang dicurahkan ke dalam hati orang-orang yang beriman.

Menurut Imam as-Suyuthi dalam Quran Karim: “Tafsir Wa Bayan Ma’a Asbab an-Nuzul”, ada tiga makna sakinah yakni as-sukun, thuma’ninah dan ats-tsabat. Jadi, sakinah yang disebutkan oleh Alquran mempunyai lima makna yakni At-thuma’ninah (ketentraman jiwa), as-tsabat (ketetapan hati), as-sukun (ketenangan batin), al-waqar (keteguhan hati), dan ar-rahmah (kasih sayang).

“Lalu siapakah orang-orang yang diberikan Allah sakinah tersebut?” Dari penjelasan empat ayat yang disebutkan di atas yakni QS. At-Taubah (9) ayat 26, QS. Al-Fath (48) ayat 4, 18 dan 26, bahwa sakinah diberikan oleh Allah kepada dua kelompok yakni Rasul-Nya (Muhammad saw) dan orang-orang yang beriman yakni sahabat dan para pengikutnya. “Apakah kita termasuk di dalamnya…?” [DR. H. Muhammad Iqbal Irham]

Share
Leave a comment