Pasang Surut Radikalisme, Ini Kata Waka BIN
TRANSINDONESIA.CO, BEKASI– Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Dr (Hc) As’ad Said Ali, mengungkapkan pasang dan surut radikalisme sangat dipengaruhi oleh pertarungan politik global, khususnya perkembangan situasi di Iraq, Suriah dan Yaman yang selama ini menjadi destinasi kaum radikal di Indonesia.
Di Indonesia, kaum radikal memanfaatkan momentum pascatransisi perubahan politik pada tahun 1998. Dan, hal tersebut, tanpa disadari sistem politik memberikan kebebasan yang luas.
“Sistem politik yang memberikan keluasan inilah yang dimanfaatkan oleh kekuatan ‘ademokrasi’ untuk membangun kesadaran kolektif melawan ideologi Pancasila. Akibatnya aparat keamanan tidak mempunyai pijakan hukum yang kuat untuk mengawal negara secara optimal,” kata mantan Waka-BIN tersebut di acara seminar “Perkembangan Terorisme dan Kontra Terorisme di Indonesia” pada acara Commencement National Security Studies Program (Wisuda Sekolah Kamnas Angkatan II) di Kampus Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu 10 Mei 2017 lalu.
Selain itu, tambah mantan ketua PBNU ini, juga dipengaruhi oleh faktor internal seperti ekonomi, sosial dan politik khususnya sejauh mana negara-negara mampu membangun toleransi dan kesadaran kolektif melawan radikalisme.
Sementara, jelas As’ad, radikalisme yang dimaksudnya itu sendiri adalah, setiap upaya untuk melakukan perubahan radikal terhadap ideologi dan bentuk negara baik perubahan pemikiran secara kolektif maupun perubahan melalui tindakan-tindakan senjata.
Hal itu sangat berbeda dengan cara padang liberalisme yang menganggap radikalisme hanya perubahan melalui kekerasan semata. Sedang ketika masih dalam bentuk pemikiran atau ide masih dianggap bagian dari kebebasan berfikir.
Dan dewasa ini, menurut As’ad, radikalisme terbagi menjadi 2 kelompok. Pertama, radikalisme dalam bentuk wacana atau pemikiran kolektif. Kedua, radikalisme dalam bentuk ideologi dan sekaligus diikuti aksi kekerasan atau yang dikenal dengan kelompok teroria.
“Yang perlu menjadi perhatian serius sekali adalah radikalisme yang menjadi teroris. Karena akar teroris bermula dari radikalisme,” pungkas As’ad.[KHU]