Buruh NTT Tak Demo May Day
TRANSINDONESIA.CO – Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Nusa Tenggara Timur Stanis Tefa mengatakan, tidak akan turun ke jalan untuk menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) seperti rencana pekerja di tempat lain.
“Kalau hanya sekadar menggelar aksi massa rutin setiap tahun lalu tidak membuat keinginan serikat pekerja dituruti misalnya tuntutan kenaikan upah untuk kesejahteraan tidak diindahkan, maka tidak perlu aksi-aksi turun ke jalan,” katanya di Kupang, Jumat 28 April 2017.
Menurut anggota DPRD NTT 2009-2014 itu, apapun aksi yang dilakukan para buruh atau pekerja pada 1 Mei itu harus berdampak pada perubahan pola pengupahan. Namun, kalau yang terjadi saat ini justru sebaliknya, maka sebaiknya dilakukan cari pendekatan lain.
Diagendakan pada Hari Buruh tahun 2017 ini pihaknya melakukan (BPJS) Ketenagakerjaan dan masalah human trafficking di daerah itu.sosialisasi tentang manfaat Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan “Memang kami beraksi tapi tidak turun ke jalan untuk menggelar demo. Bisa juga lewat sosialisasi tentang BPJS Ketenagakerjaan dan masalah trafficking,” katanya.
Sosialisasi dan diskusi dilakukan untuk menjawab tuntutan para buruh yang masih mendapatkan bayaran di bawah upah minimum provinsi (UMP) di NTT sebesar Rp1.450.000 per bulan.
Sementara gaji buruh di NTT masih di bawah standar, sebab masih ada perusahaan yang menggaji karyawan dengan hanya Rp500-Rp750.000 per bulan atau jauh dari nilai UMP yang ditetapkan.
Ia mengatakan walaupun tidak menggelar unjuk rasa, buruh di NTT tetap menolak ketimpangan dan ketidakadilan yang diluncurkan lewat outsourcing, upah murah, dan pembayaran pensiun yang hanya 8 persen dari upah terakhir.
Mereka juga menolak Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 53 Tahun 2015 tentang pengusaha bongkar-muat dari dan ke kapal di pelabuhan. Selama ini buruh pelabuhan ditangani koperasi buruh, namun diubah dan akan dilayani perseroan terbatas, sehingga buruh akan disingkirkan.
Dia menyampaikan, menuntut hak-hak buruh tidak harus dilakuan dengan aksi unjuk rasa. Sebab, aksi demo bukan keharusan untuk menuntut hak-hak para buruh.
Hal itu, katanya, bisa dibuktikan bahwa hampir setiap tahun para buruh melakukan aksi demo tetapi hanya membuang waktu dan energi.
“Karena pemerintah hanya bersikap apatis tentang apa yang disampaikan para demonstran. Karena itu, tidak perlu demo, hal yang penting adalah perusahaan memenuhi hak-hak karyawannya,” kata Stanis.[ANT/KUM]