Tiga Bos Partai Besar “Terlibat” Kasus e-KTP

TRANSINDONESIA.CO – Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDI Perjuangan jelas disebut, dalam dakwaan yang dibacakan JPU KPK, Irene Putri. Ketiga Parpol ini dinyatakan kebagian aliran dana korupsi KTP elektronik yang dikucurkan terdakwa Irman dan Sugiharto mantan pentinggi di Dukcapil Kemendagri hingga ditaksir merugikan negara senilai Rp2,3 trilyun rupiah, sebagaimana terungkap di persidangan PN Tipikor Jakarta, yang mulai digelar Kamis 9 Maret 2017.

Ihwal konsekuensi hukum disebut-sebutnya Partai Demokrat dan Golkar menerima aliran dana sebesar Rp150 miliar dan PDIP Rp80 miliar dalam dakwaan JPU tersebut, memungkinkan bagi KPK untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan para penanggung jawab parpol tersebut di Pengadilan Tipikor.

Praktisi hukum Rd.Yudi Anton Rimandani, advokat dari kantor hukum JKariem & Partner, misalnya memberikan komentar bahwa jika di dalam surat dakwaan JPU menyebut sejumlah parpol menerima aliran dana, tentu saja karena mereka memiliki alasan dan bukti.

Ilustrasi

“Bahkan secara hukum Parpol sebagai korporasi bisa diseret ke Pengadilan Tipikor” tegas Yudi Anton yang namanya didunia advokasi dan bantuan hukum mulai moncer setelah berhasil memenangkan sejumlah gugatan publik melawan pemerintah, semisal mengalahkan Gubernur Ahok dalam kasus gugatan warga Bidara Cina.

Lebih jauh Yudi Anton menjelaskan bahwa Menurut UU No. 2 Tahun 2008 jo. UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, pasal 1 ayat 1 pengertian “Partai Politik” adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

Dijelaskan advokat muda yang juga memimpin Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Bulan Bintang ini, sesuai UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), mengatur bahwa yang dimaksud “Setiap Orang” yang menjadi pelaku tindak pidana korupsi adalah orang perseorangan dan/atau termasuk Korporasi.

Sedangkan pengertian “Korporasi” dalam UU Tipikor adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

“Dari pengertian tersebut, hal ini jelas Parpol memenuhi kriteria sebagai korporasi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor” tegas Yudi Anton.

Namun demikian Yudi mengaku belum pernah mendengar pihak aparat penegak hukum mengusut Parpol sebagai tersangka korupsi, bahkan belum ada putusan Pengadilan Tipikor yang menjatuhkan sanksi pidana kepada Parpol.

Parpol sebagai satu bentuk korporasi sebagaimana dijelaskan Yudi Anton, tentu ada pihak orang per orang yang menjadi penanggungjawab utamanya. Seperti diketahui penanggung jawab utama parpol yang disebut-sebut JPU dalam surat dakwaannya adalah Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan Megawati Sukarno Putri sebagai Ketua Umum PDIP.

“Kalau secara hukum bagaimana mungkin parpol yang korup, pasti orang per orang yang ada di partai yang melakukan, jadi hal ini tidak relevan apabila dikaitkan parpol terima aliran (dana korupsi -red), kecuali aparat penegak hukum bisa membuktikan sebagaimana diatur UU Tipikor” ujar Yudi Anton seakan memberi sinyal bahwa bos Partai Demokrat, Golkar maupun PDIP juga bisa terancam diseret ke PN Tipikor .

Pun demikian Yudi Anton meyakini JPU KPK tentunya tidak akan sembarangan menyebut ketiga Parpol besar itu di dalam surat dakwaan. “Untuk membuktikan hal tersebut, JPU bisa membuktikannya di pengadilan” pungkas Yudi Anton.[sumber telnews]

Share