PN Jakarta Pusat Larang Siaran Langsung Sidang e-KTP

TRANSINDONESIA.CO  – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) melarang seluruh persidangan yang digelar di lingkungan Pengadilan tersebut disiarkan secara langsung atau live oleh media televisi.

Berdasarkan Surat Keputusan yang diteken 4 Oktober 2016 itu, maka sidang dakwaan kasus korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012 yang akan digelar Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) Jakarta, Kamis 9 Maret 2017, tidak akan disiarkan secara langsung.

“Mengingat yang sudah terdahulu pengadilan mengambil sikap bahwa persidangan sekarang sudah tidak boleh live lagi,” kata Humas Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Yohanes Priyana, Rabu 8 Maret 2017.

Ilustrasi

Dikatakan Priyatna, kebijakan tersebut diambil berdasarkan evaluasi persidangan kasus pembunuhan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Berdasarkan evaluasi, peliputan secara live menyebabkan kegaduhan di ruang persidangan dan di ruang masyarakat serta di media sosial. Serta opini publik yang saling bertentangan sehingga pengadilan berpendapat lebih banyak keburukannya dibandingkan kebaikannya.

“Bahwa sidang yang terbuka untuk umum artinya bahwa persidangan ini mempersilakan masyarakat untuk hadir dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum,” ungkap Yohanes.

Sementara, peliputan secara langsung memiliki makna persidangan yang dihadirkan kepada masyarakat umum sehingga memiliki filosofi berbeda dengan persidangan yang bersifat terbuka untuk umum. “Jadi dengan hal yang demikian pengadilan mengambil sikap mengembalikan kepada marwah sidang yang terbuka untuk umum. Silakan kepada pihak-pihak yang merasa berkepentingan untuk hadir ke pengadilan,” kata dia.

Sekadar informasi, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta besok akan menggelar sidang perdana kasus korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012. Kasus tersebut menjerat dua orang sebagai tersangka yakni bekas pejabat pembuat komitmen e-KTP Sugiharto dan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. Negara diduga menderita kerugian senilai Rp 2,3 triliun dari proyek senilai Rp 5,8 triliun.[PI/MET]

Share