Kasus Suap Rolls Royce Dilakukan Berjamaah

TRANSINDONESIA.CO – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan kasus dugaan suap dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus A330 di PT Garuda Indonesia merupakan perbuatan berlanjut dan bersama-sama. Kasus suap tersebut terjadi dalam kurun 2005-2014.

“Kasus dugaan suap ini merupakan perbuatan berlanjut dan bersama-sama. Karena itu, baik terhadap ESA (Emirsyah Satar) atau SS (Soetikno Soedarjo) kami menggunakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Ini berarti kami akan mendalami keterlibatan pihak lain yang terkait dengan perkara ini,” kata Febri Minggu 22 Januari 2017.

Febri menjelaskan, indikasi adanya uang suap yang diterima Emirsyah Satar sebesar Rp 20 miliar itu, dilakukan melalui beberapa kali transfer ke beberapa rekening. Perbankan yang digunakan dalam transaksi tersebut, berlokasi di Singapura.

Mesin pesawat buatan Rolls Royce.[AP]
Mesin pesawat buatan Rolls Royce.[AP]
“Terkait dengan rincian rekening, tidak dapat kami sampaikan saat ini karena terkait teknis penyidikan. Namun benar, transaksi dilakukan menggunakan mekanisme jasa keuangan yang berada di Singapura,” katanya.

Soetikno selaku salah satu tersangka dalam kasus ini, merupakan bos Mugi Rekso Abadi (MRA) Group yang membawahi beberapa anak perusahaan. Terkait apakah MRA Group ini ikut terlibat dalam kasus suap kepada Emirsyah, KPK belum bisa menanggapinya.

Namun, Febri mengakui, salah satu tempat penggeledahan adalah kantor MRA Group yang berada di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Penggeledahan di sana dilakukan karena memang informasi yang dimiliki penyidik KPK ada sejumlah bukti di di kantor tersebut. “Dan kami sudah menyita sejumlah dokumen yang relevan dalam perkara ini,” tutur dia.

Febri juga mengatakan, keterlibatan Soetikno dalam kasus ini sebagai Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd. Perusahaan tersebut punya hubungan dengan perusahaan Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC. Hubungannya, yaitu sebagai konsultan bisnis penjualan pesawat dan mesin pesawat di Indonesia.

Terkait alasan KPK belum mengenakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus ini, kata Febri, karena saat ini masih fokus mendalami indikasi suap. KPK pun tidak bisa serta-merta langsung mengenakan UU tentang TPPU tanpa ada bukti kuat yang mengarah ke sana. Namun, lanjut Febri, jika dalam proses penyidikan kemudian ditemukan fakta-fakta penyembunyian kekayaan hasil kejahatan, maka akan dipertimbangkan untuk menggunakan TPPU.

KPK resmi menetapkan dua tersangka pada kasus tindak pidana korupsi terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indoensia (Persero) Tbk, pada Kamis (19/1) lalu. Dua tersangka itu yakni Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA) dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd. Soetikno Soedarjo (SS).

Emirsyah disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan Soetikno, yang diduga berperan sebagai pemberi, disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tersangka Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno dalam bentuk uang dan barang. Uang yang diterima Emirsyah, berbentuk mata uang euro dan dolar AS, yaitu sebesar 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS. Barang yang diterimanya yakni senilai 2 juta dolar AS, di mana tersebar di Singapura dan Indonesia.[ROL]

Share
Leave a comment