Saya Islam, Saya Toleran dan Hidup Penuh Toleransi
TRANSINDONESIA.CO – Saya beragama Islam, bersuku Aceh dan lahir serta besar di Medan. Kenapa teman saya banyak yang bukan Islam, bukan Aceh dan bukan Medan? Karena saya mensyukuri perbedaan. Perbedaan adalah anugerah Allah terindah dalam hidup ini. Karena rasa syukur itulah naluri saya sejak kecil berteman dengan berbagai orang yang berbeda agama, berbeda suku dan berbeda keturunan.
Tentunya juga normalnya saya tidak antipati juga kepada sesama umat Islam, sesama orang Aceh dan sesama orang Medan. Karena saya mencintai persamaan dan menerima penuh syukur perbedaan. Itulah naluri sejati kemanusiaan. Mencintai persamaan dan menyukai perbedaan.
Bayangkan jika tidak ada perbedaan, betapa kering dan mengenaskannya hidup ini. Bayangkan orang sedunia ini bentuknya sama, perilakunya sama dan berpikirnya sama. Apakah akan ada dinamika kehidupan? Tidak ada! Itulah kebesaran Allah yang patut kita syukuri sedalam-dalamnya bahwa kita diciptakan berbeda.
Kita berbeda walau satu ayah dan ibu. Apalagi kalau cuma satu agama, satu suku atau satu daerah asal, pastilah ada sejuta perbedaan. Bahkan Allah dalam Quran menyatakan bahwa manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling kenal mengenal. Jadi faktanya Umat Islam itu diperintahkan oleh Quran untuk menerima fakta perbedaan dan menikmati perbedaan itu sebagai rahmat. Salah kaprah dan salah simpulan jika menuduh Islam tidak memerintahkan toleransi.
Tapi tentu harus dipahami yang dimaksud toleran adalah menghormati perbedaan dan bukan menghormati dengan mencampuradukkannya. Tidak bisa Suku Batak misalnya meminta Suku Jawa agar bergaya blak-blakan dan jangan terlalu ribet dengan unggah-ungguh. Sebaliknya Suku Jawa tidak pada tempatnya meminta Suku Batak agar suka nyinden dan menonton wayang semalam suntuk.
Untuk nuansa kesukuan saja kita tidak patut mencampuradukkan dan memaksakan adanya akulturasi, apalagi terkait dengan agama dan keimanan. Tidak tepat sama sekali jika melakukan toleransi antar agama. Yang bisa dilakukan adalah melakukan toleransi antar umat beragama.
Apa toleransi antar umat beragama yang dimaksud? Yang paling dasar dan utama adalah menghormati pilihan agama. Hormati siapapun dengan agama apapun pilihannya. Jadi jangan pernah menista pilihan agama seseorang. Penistaan pilihan agama seseorang menunjukkan ketidaksiapan anda untuk berbeda dalam keimanan.
Selanjutnya hormati isi ajaran setiap agama. Tidak cukup sekedar anda bilang menghormati agama lain, tapi anda olok-olok ajarannya. Konsep ber-Tuhan setiap agama, kitab agamanya dan cara beribadahnya wajib kita hormati. Anda cuma seorang penipu, pembohong atau munafik ketika bilang menghormati ajaran agama lain, tapi dalam keseharian anda menista ajaran agama lain. Hal ini juga ditegaskan dalam Quran tentang perintah bahwa untukmu agamamu, untukku agamaku.
Jadi Islam melalui Quran memerintahkan hormati agama lain dan larangan menista agama lain. Itulah kemuliaan ajaran Islam. Itu juga yang menjelaskan tidak mungkin seseorang karena ke-Islam-annya lalu memutuskan ingin membom gereja. Jadi kalau anda bertemu pelaku pemboman atau pelaku perencana pemboman, pertama anda harus sadar betul bahwa dia teroris dan teroris bukan kegiatan agama.
Tidak ada satupun perintah dalam Islam agar melakukan kegiatan terorisme atas nama Islam. Malahan faktanya Islam mengecam keras tindakan-tindakan pengecut membunuh orang yang tidak bersalah atau sedang tidak mengancam keselamatan umat Islam. Pohon yang sedang berbuah, perempuan dan anak-anak saja terlarang dalam Islam untuk dirusak atau dianiaya ketika dalam perang. Apalagi menyerang orang dalam keadaan damai, jelas sama sekali bukan perintah Islam. Apa anda pernah mengalami hidup di Indonesia dikejar-kejar Umat Islam dan akan dibunuh hanya karena anda beragama berbeda? Tidak pernah!
Jadi logika yang tidak relevan kalau ada yang berpikir, Ahok menista Islam maka terjadilah pemboman gereja di Samarinda. Apa hubungannya? Kalau memang karena panggilan Islam, maka pelakunya harusnya datang ke rumah Ahok atau menyerang Ahok si penista, bukan orang lain yang jadi sasaran.
Kalau ada yang melakukannya juga? Yang jelas kelakuan tidak itu ada relevansinya dengan ajaran Islam. Jadi tidak bisa seenaknya dibebankan menjadi kesalahan Islam atau sebagai kesalahan Umat Islam dan lalu seenaknya memberi cap bahwa Islam agama teroris dan pendukung terorisme. Logika anda bengkok atau malah sudah patah berantakan kalau berpikir demikian.
Pemikiran lain yang harus dikoreksi adalah seolah-olah toleransi itu haruslah saling turut merayakan kegembiraan perayaan agama satu sama lain. Seolah-olah toleransi baru terjadi kalau saling memberi ucapan selamat atas perayaan agama pihak agama lain. Ini jelas-jelas pemaksaan definisi dan salah dalam konteks tujuan beragama.
Perayaan keagamaan jelas terkait dengan keimanan. Tidak ada agama yang iseng punya kegiatan perayaan yang tidak relevan dengan upaya bersyukur dan terus meningkatkan keimanan. Agama itu sesuatu yang serius, bukan sekedar pelengkap kehidupan tanpa tujuan yang jelas.
Jadi kalau perayaan sebuah kegiatan agama terkait dengan keimanan, maka sangat salah kaprah ketika ada umat beragama suatu agama menuntut agama umat beragama lain turut bersuka cita dan turut memberikan keselamatan. Tuntutan ini menjadi tidak tepat dan bertedensi meminta orang lain agar jangan hanya beriman kepada agamanya saja, tapi beriman jugalah dengan agama lain. Kalau sudah begini situasinya, apakah masih tepat tuntutan itu? Tentu saja tidak! Anda tidak bisa beragama dan menuntut orang beragama lain turut beriman kepada agama anda, begitu juga sebaliknya.
Jadi berhentilah salah beragama dengan menuntut orang lain agar beriman juga kepada agama anda. Berhentilah menempatkan toleransi yang salah. Tidak ada toleransi antar agama, yang tepat adalah toleransi antar umat beragama. Dan toleransi antar umat beragama yang dimaksud adalah toleransi saling menghormati, saling tidak menista, saling tidak menuntut memberikan selamat dan sukacita, saling tidak menuduh agama satu sama lain punya tujuan mendukung terorisme.
Mari kita beragama masing-masing, jalankan perintah agama masing-masing, jangan sibuk dengan fatwa dalam setiap agama karena itu ditujukan untuk umat terkait, mari kita bertoleransi yang sesungguhnya. Saling menghormati, saling menyayangi, dan yang salah jangan dibela. Jangan salah dalam bertoleransi.
Yang benar tidak mungkin salah, tapi yang benar bisa kalah. Jangan kita membiarkan kita kalah sebagai bangsa karena membela yang salah.[Teuku Gandawan]