Ini Pertimbangan MK Batalkan Pembubaran Konsil Kedokteran Indonesia

TRANSINDONESIA.CO – Setelah melewati masa lebih satu tahun, akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil keputusan monumental ikhwal keberadaan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang dibubarkan dengan Pasal 90 UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Dalam amarnya, MK mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU Tenaga Kesehatan) mengenai keberadaan KKI  yang diajukan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), KKI, dan Pengurus Besar Persatuan  Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI).  Putusan dengan Nomor 82/PUU-XIII/2015 tersebut diucapkan Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang yang digelar pada Rabu 14 Desember 2016, di Ruang Sidang Pleno MK, dan dihadiri Ketua Umum PB IDI Prof Dr Ilhaam Oetama Marsis,Sp.OG (K),  Ketua KKI Prof Dr dr Bambang Supriyatno,Sp.A(K), jajaran PB PDGI, dan mantan Ketua Umum PB IDI Zaenal Abidin yang memberikan kuasa. Hadir pula kuasa hukum para pemohon Muhammad Joni dan Zulhaina Tanamas dari Law Office Joni & Tanamas.

Dalam putusannya, MK membatalkan empat pasal yang tercantum pada UU Tenaga Kesehatan. Keempat pasal tersebut mengatur penghapusan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) jika Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) terbentuk, yakni Pasal 11 ayat (1) huruf a; Pasal 11 ayat (2); Pasal 90; serta Pasal 94 UU Tenaga Kesehatan.

Dari kiri-kanan : Advokat Muhammad Joni, Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis dan Ketua KKI Bambang Supriyatno, setakat sidang pembacaan putusan UU Tenaga Kesehatan di MK, Rabu 14 Desember 2016.[DOD]
Dari kiri-kanan : Advokat Muhammad Joni, Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis dan Ketua KKI Bambang Supriyatno, setakat sidang pembacaan putusan UU Tenaga Kesehatan di MK, Rabu 14 Desember 2016.[DOD]
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” ucap Arief didampingi para hakim konstitusi lainnya.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Aswanto, Mahkamah berpendapat antara lain:

Keberadaan KKI merupakan salah satu upaya dalam rangka menjaga sifat kekhususan dan kekhasan profesi dokter dan dokter gigi untuk memastikan profesi dokter dan dokter gigi bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat.

KKI sebagai wadah profesi dokter dan dokter gigi telah diamanatkan negara untuk menjaga mutu praktik kedokteran, membina disiplin profesi kedokteran, dan memberikan perlindungan pada masyarakat.

Perlindungan pada masyarakat merupakan suatu hal yang menjadi titik yang sangat mendasar bagi proses kerja dari KKI.

Terkait proses pembinaan dan penegakan disiplin, termasuk mengadili pelanggaran disiplin oleh anggota profesi, tugas tersebut menjadi kewenangan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Anggota MKDKI terdiri tidak hanya dari dokter dan dokter gigi, tetapi juga sarjana hukum sebagai perwakilan dari masyarakat untuk menjamin keadilan dari keputusan yang dibuat oleh MKDKI.

“Oleh karenanya Konsil Kedokteran Indonesia harus berdiri sendiri, mandiri dan independen, yang berbeda dengan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia,” tegasnya.

Mahkamah pun menilai tenaga medis (dokter dan dokter gigi) merupakan tenaga profesional yang berbeda dengan tenaga vokasi (tenaga kesehatan) yang sifat pekerjaannya adalah pendelegasian wewenang dari tenaga medis.

Karena sifat dan hakikat yang berbeda antara tenaga medis dengan tenaga profesi dan vokasi kesehatan lainnya, maka pengaturan yang menyentuh substansi keprofesian kedokteran tidak dapat digabung atau disamaratakan dengan profesi lain. “Kepastian hukum bagi tenaga medis harus dapat memajukan dan menjamin pelayanan medik yang berbeda dengan tenaga kesehatan lainnya,” tutur Aswanto.

Sebagai institusi yang memiliki tugas dan fungsi untuk melindungi masyarakat sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi, mka KKI justru perlu dioptimalkan. Hal tersebut agar KKI dapat bekerja secara optimal selaku pengawas eksternal independen dalam praktik kedokteran di Indonesia.

“Selaku pengawas eksternal independen maka Konsil Kedokteran Indonesia harus bebas dan merdeka dari pengaruh pihak manapun termasuk kekuasaan negara, kecuali dalam hal terjadi pelanggaran. Hal ini jelas sebagai konsekuensi logis dari sebuah institusi yang mengawasi tindakan dan perbuatan medik yang juga independen,” paparnya.

Untuk itu, keberadaan Konsil Kedokteran Indonesia dan uji kompetensi dokter cukup diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Oleh karena itu, seharusnya sepanjang menyangkut konsil kedokteran Indonesia dan uji kompetensi  tidak diatur dalam Undang-Undang a quo.

Dalam permohonannya, Para pemohon menilai terdapat kesalahan konsepsional dan paradigmatik mengenai tenaga medis dalam UU Tenaga Kesehatan. Menurut pemohon, UU Tenaga Kesehatan seharusnya membedakan antara tenaga profesi di bidang kesehatan dengan tenaga vokasi atau tenaga kesehatan lainnya.[DOD]

Share