Eksepsi Ahok Blunder

TRANSINDONESIA.CO – Sidang perdana kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang digelar di PN Jakarta Utara, Selasa 13 Desember 2016, dengan pembacaan eksepsi dinilai blunder

Usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaan, giliran tim penasihat hukum Ahok menyampaikan tanggapan berupa nota keberatan (eksepsi). Secara bergantian tim penasihat hukum Ahok yang dipimpin Sirra Prayuna membacakan eksepsi di hadapan persidangan.

Terdakwa Ahok sempat menangis di kursi pesakitan pada sidang kasus penista agama.[IST]
Terdakwa Ahok sempat menangis di kursi pesakitan pada sidang kasus penista agama.[IST]
Blundernya eksepsi Ahok ini, Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia, Fadli Nasution, menyampaikan tanggapannya kepada redaksi.

Menurut Fadli, eksepsi yang disampaikan tim pembela Ahok dalam persidangan mirip nota pembelaan (pledoi).

“Eksepsi yang disampaikan tim pengacara Ahok seperti pledoi saja, padahal kan baru sidang perdana. Persidangan di pengadilan itu ada tahapannya, hari ini baru pembacaan dakwaan oleh JPU, kemudian diberikan kesempatan kepada terdakwa utk menyampaikan tanggapannya”, kata Fadli.

Ditambahkan Fadli, nota keberatan (eksepsi) terdakwa terhadap surat dakwaan JPU berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP hanya terkait dengan 3 hal: kewenangan pengadilan untuk mengadili, kewenangan menuntut gugur, dan dakwaan tidak memenuhi syarat formil.

“Jadi eksepsi itu masih seputar dakwaan jaksa, belum masuk ke dalam pokok perkara. Setelah kita dengar eksepsi dari tim pembela Ahok isinya justeru pembelaan terhadap terdakwa, makanya jadi blunder,” terang Fadli.

Menurut Fadli, Majelis Hakim tidak akan terpengaruh dengan eksepsi yang disampaikan Ahok dan tim pembelanya, persidangan akan tetap berjalan dimana eksepsi akan dipertimbangkan dalam putusan akhir.

“Kasus penistaan agama ini sebenarnya sudah jelas dan terang benderang berdasarkan Fatwa MUI yang menyatakan pernyataan Ahok di Pulau Seribu menghina Al-Quran dan ulama yang memiliki konsekuensi hukum. Jadi proses peradilan bukan lagi sekedar pembuktian tindak pidananya, tapi untuk menegakkan hukum dan keadilan”, tutup Fadli.[DOD]

Share