Aksi Damai Ummat Dipolitisasi jadi Aksi Teror

TRANSINDONESIA.CO – Semua mengakui Aksi Bela Islam II yang diikuti ratusan ribu ummat muslim dari berbagai daerah di tanah air yang dikawal ulama, kiyai dan tuan guru, berlangsung damai, aman dan tertib.

Sekaliber Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sendiripun berulangkali meapresiasi Aksi 411 untuk mendesak aparat penegak hukum menegakan keadilan atas ucapan Gubernur DKI Jakarta_non aktif_ Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang diduga melakukan penistaan terhadap Al Quran dan Ulama, mengakui selama aksi bejalan tertib.

Bahkan dihadadan Ulama, Kiyai, Kapolri, pakar pendekar hukum dan jutaan pasang mata rakyat Indonesia di tanah air yang menyaksikan ILC TVOne, jenderal tersebut begitu terkesimak, berdecak kagum akan aksi damai dari peserta yang mengenakan pakaian serba putih oleh para santri, kiyai, ulama, elemen mahasiswa dan masyarakat khususnya kaum muslim.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku kagum Aksi 411 pada 4 Nopember 2016 berlangsung damai.[MIC]
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku kagum Aksi 411 pada 4 Nopember 2016 berlangsung damai.[MIC]
Namun, apa yang disampaikan Jenderal Gatot berbeda jauh dengan kepolisian yang justru membuat kisruh, meski aksi telah usai tetapi terus bergejolak tak berkesudahan dan berbagai arah terus menyudutkan peserta aksi khususnya kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Mereka (kader HMI) seperti di teror sang seragam coklat, penangkpan demi penangkapan terus dilakukan tanpa mengindahkan prosedur hukum yang berlaku.

Bila mau jujur, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) yang diusung ummat muslim justru di picu atas lambannya penanganan kasus yang dilaporkan berbagai elemen ummat Islam. Bukannya memeriksa atau menangkap Ahok yang menjadi biang aksi kekisruhan yang terjadi tapi sebaliknya seolah-olah ingin menyelamatkan Ahok.

Pendemo di tangkap.. sumbangan diperiksa.. pidato orasi di analisis… baracuda dipasang… Itu adalah konsekuensi dari kata-kata “ditunggangi aktor politik”…

Kata “ditunggangi” adalah kata-kata sakti untuk menuduh upaya makar.. upaya subversif..

Itulah kata-kata yang sering kita dengar dari rezim otoriter..

Dengan kata-kata sakti itu, maka pendekatannya kini adalah pendekatan keamanan.. operasi penangkapan dengan pakai pasal menghasut… penyebar kebencian.. penyebar isu… bisa ditangkap dengan cyber police… dan rezim ini menangkap aktifis tak perlu pakai prosedur lagi… mereka diseret ditengah malam…

Rupanya, sedamai apapun aksi yang menuntut “keadilan” dan menegakkan hukum tetap saja adalah kegiatan yang mengerikan bagi penguasa…

Rezim ini “ngeri” sehingga perlu menebar teror itu kemana-mana agar kita ketakutan… agar kita tidak melawan… agar kita tak menuntut keadilan…

Dan itu, untuk melindungj seorang “penista agama”… ataukah untuk melindungi “suapan” pemodal yang sudah terlebih dulu ditelan?

#saveparapembelaislam #savekaderHMI #tangkapahok #tangkappenistaagama #kamitidaktakut #kaderHMIkaderummat.

[Muzakhir Rida – Mantan Ketua Badko Sumut 1992-1994 dan Mantan Sekjen PB HMI 1994-1996]

Share