Polisi Kolektor Data, Bukan Penentu Apalagi Amarisasi

TRANSINDONESIA.CO – Tentu saja seluruh lapisan masyarakat berharap Institusi Polri benar-benar “dewa” dalam penegakan hukum bagi siapapun.

Fungsi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat tidak pula boleh dibedakan atau dikastakan, Karen Polisi adalah milik rakyat, polisi hanya berseragam dan diberi kewenangan oleh rakyat.

Tak perlu, berdebat lebar tentang siapa dan apa tugas kewajiban polisi, rakyat jelatah pun tahu kalau Polisi punya senjata yang dibeli dari uang rakyat.

Muhammad Joni.[DOK]
Muhammad Joni.[DOK]
Bekal dan kekuasaan Polisi diberikan oleh rakyat untuk bisa menjadi penjaga gawang ditengah-tengah masyarakat.

Tugas penyidik hanya menghimpun fakta alias bukti-bukti, sebagai kolektor saja. Serta membuat terang duduk perkara.

Gelar perkara tak  menentukan apalagi  melakukan  ‘Amar-isasi’  __Amar = diktum putusan. Isi putusan alias vonis __ terbukti ada delik atau tidak, dengan atau tanpa gelar perkara, dengan atau tanpa siaran langsung, dengan dengan atau tanpa dihadiri Komisi III.

Penyidik mengusahakan kelengkapan bukti dan terangnya duduk perkara. Sebab itu menguji dan menentukan lengkapnya berkas perkara adalah domein Jaksa. Pun demikian Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara pidana terbukti atau tidak, bukan polisi. Begitulah alur integrated criminal justice system.

Hukum Acara Pidana itu hukum UU, semua diatur dengan UU, tidak dengan PP, tidak boleh selain UU, termasuk arahan Bupati, Walikota, Gubernur bahkan pun Presiden.

Selanjutnya, biarkanlah pada Jaksa dan Hakim yang bekerja sebagai pemegang ujung palu yang menentukan bersalah atau tidaknya seseorang.

Selamat Pagi Indonesia…..

Muhammad Joni [Praktisi Hukum]

Share