Menanti Profesionalisme Polri Lebih Lanjut Tentang Ahok
TRANSINDONESIA.CO – Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Agus Andrianto pada 25 Oktober 2016 sudah menyatakan bahwa dua video yang beredar terkait dugaan penistaan oleh Ahok adalah benar merupakan video asli.
Semua saksi terkait dengan video pertama yang lebih panjang, mengakui bahwa itulah video asli yang sesuai dengan kegiatan di Kepulauan Seribu. Hal ini sudah diakui pembuat video, pengedit teks/logo dalam video dan peng-upload video ke youtube. Dan hal ini juga diakui oleh Ahok selaku tokoh utama dalam video.
Sedangkan video yang lebih pendek dalam kasus terpisah diakui oleh Buni Yani dilakukan olehnya dan tanpa mengedit video sama sekali. Yang dilakukannya adalah memotong bagian depan dan bagian belakang video sehingga tinggal bagian dugaan penistaan saja yang ada. Dan video pendek ini sudah diperiksa oleh Bareskrim dan dikonfirmasi sebagai bagian dari video asli tanpa pengeditan sama sekali.
Artinya tidak ada video editan yang beredar. Yang beredar hanya ada dua video, yakni satu yang asli yang panjang yang mencakup semua kegiatan Ahok selaku gubernur. Satunya lagi versi pendek yang merupakan bagian dari video panjang yang hanya mencuplik detik-detik dimana dugaan penistaan terjadi. Video versi pendek cuplikannya tidak menimbulkan tafsiran berbeda dengan video asli yang panjang karena bagian sebelum dan sesudahnya tidaklah merupakan materi yang relevan atau materi yang bisa menimbulkan tafsir yang berbeda jika tidak utuh dalam satu video panjang.
Berbekal fakta ini, harusnya Bareskrim bisa segera fokus kepada dugaan penistaan yang dilakukan Ahok. Bahwa ada kasus lain dimana Buni Yani membuat transkripsi yang mengurangi kata “pake” dalam dialog adalah kasus yang berbeda dan tidak saling kait mengkait. Tidak ada relevansi kasus Buni Yani dengan kasus dugaan penistaan oleh Ahok.
Perhatikan, saya menggunakan istilah dugaan penistaan terkait dalam konteks hukum. Kenapa dugaan, karena belum berkeputusan hukum tetap. Tapi secara esensi, penistaan itu sudah terjadi pada 27 September 2016 sesuai video. Namun mari kita hormati formal hukum yang selalu menyandangkan istilah dugaan.
MUI dalam kesempatan berbeda telah pula membuat pernyataan sikap terkait dengan video Ahok bahwa jelas dan tegas telah terjadi penistaan agama dalam kegiatan di Kepulauan Seribu tersebut. Dan sehubungan dengan hal itu MUI juga meminta kepada Polri untuk segera menindaklanjuti dugaan penistaan ini sesuai KUHP Pasal 156a. MUI tidak pernah meminta Umat Islam main hakim sendiri, tapi meminta Polri agar bertindak.
#Aksi4November yang dimotori oleh GNPF-MUI, juga tidak punya agenda lain selain meminta Kapolri dan Presiden untuk menindaklanjuti kasus Ahok dengan menangkap yang bersangkutan terkait tindak pidana yang dilakukannya.
Tidak ada komando sama sekali kepada peserta aksi untuk menangkap sendiri Ahok, atau menyerbu ke kantor gubernur untuk menangkap Ahok, atau menyerbu ke rumah yang bersangkutan untuk menangkapnya, apalagi mengejar-ejar anak dan isterinya. Hanya ada permintaan agar Polri yang bekerja dan menangkap Ahok. Jangan terjemahkan hal ini bahwa tidak patut Polri bekerja dibawah tekanan massa, karena lebih tidak patut lagi jika Polri tidak berani bekerja karena berada dibawah tekanan seorang penista agama.
Lalu apakah Polri tidak bekerja? Mereka bekerja! Tidak profesional? Cukup profesional. Lalu kenapa kasus ini menjadi gaduh luar biasa bahkan menimbulkan #Aksi4November yang dihadiri oleh ratusan ribu massa? Hanya satu jawabannya, Polri berkesan berlambat-lambat menangani kasus!
Peristiwa penistaan terjadi 27 September 2016. Menjadi heboh dan perhatian publik pada 5-6 Oktober 2016. Hingga hari ini 7 November 2016 baru direncanakan memanggil Ahok. Satu bulan lebih telah berlalu. Luar biasa lambat kinerja Bareskrim untuk kasus ini!
Patut diduga berlambat-lambat ini terkait dengan pengumuman paslon Pilkada Jakarta yang terjadi 24 Oktober 2016. Jika kasus sudah selesai sebelum waktu tersebut, maka dapat dipastikan Ahok tidak bisa menjadi calon. Dengan telah berlalunya tanggal tersebut maka pencalonan menjadi lancar, bahkan kasus hukum bisa jadi turut hendak diamankan dengan menyatakan yang bersangkutan sedang dalam masa pencalonan.
Tapi mari kita abaikan sinyalemen di atas, kita anggap saja itu tidak benar dan mengada-ada. Mari kita fokus saja kepada bahwa Bareskrim ini mulai tidak bermutu dan tidak profesional dalam tata kelola waktu penyelidikan dan penyidikan.
Artinya, ini adalah tamparan keras bagi Kapolri Tito Karnavian. Profesionalisme waktu Bareskrim sangat buruk. Tidak punya kepekaan atas potensi kerawanan sosial ketika ada seorang menista sebuah agama. Polri harusnya sadar betul bahwa persoalan ini bisa menjadi luas dan bisa menjadi salah ekspresi.
Polri bahkan Presiden patut bersyukur bahwa #Aksi4November masih sangat fokus dengan tema Umat Islam menggugat seorang Ahok selaku penista agama. Belum bergeser ke hal-hal lain. Walau sudah muncul opini seolah-olah Umat Islam menggugat Umat Kristen, seolah-olah menggugat keturunan China, dan sebagainya, yang celakanya hal-hal itu malah diumbar oleh pendukung Ahok.
Jadi pendukung Ahok lah yang ingin melebarkan isu ini menjadi konflik antar umat beragama atau menjadi konflik antar etnis. Dan ini bisa menjadi sangat berbahaya bagi keamanan dan keutuhan negara jika Polri terus berlambat-lambat dan melakukan pembiaran.
Hari ini 7 November 2016 Bareskrim telah menetapkan akan memeriksa Ahok terkait kasus. Sedangkan pada tanggal 4 November 2016 Wapres Jusuf Kalla telah menyatakan akan ada tindak lanjut paling lama dua minggu dan tegas. Presiden Jokowi pada tanggal 5 November 2016 dinihari menguatkan pernyataan wapres tersebut. Kedua pernyataan dihadiri dan diketahui dengan jelas oleh Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Tito Karnavian dan Kepala BIN Budi Gunawan.
Umat Islam dan Rakyat Indonesia saat ini sedang resah atas berlarut-larutnya penanganan kasus penistaan ini. Kehidupan sosial terganggu. Tidak sepatutnya Bareskrim meneruskan buruknya manajemen waktu mereka dalam menangani kasus ini. Rakyat menunggu profesionalisme lebih lanjut Polri atas kasus Ahok.
Teuku Gandawan [Alumni ITB, Mantan Aktivis Mahasiswa, Pemerhati Politik Nasional]