Ombudsman Belum Pelajari PTUN Penundaan Pemilihan Wagub Sumut
TRANSINDONESIA.CO – Proses pemilihan Wakil Gubernur Sumatera Utara yang diindikasi ada suap tetap dalam sidang Paripurna oleh DPRD Sumut dan terpilihnya Brigjend TNI (Purn) Nurhajizah Marpaung mendampingi Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi sampai 2018.
Ketua Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar, belum bisa berkomentar terkait dugaan suap pada proses pemilihan wagub Sumut.
“Belum bisa memberikan keterangan. Saya belum mempelajari keputusan PTUN tersebut,” kata Abyadi Siregar saat dikonfirmasi Transindonesia.co di Medan, Sumatera Utara, Rabu 2 Nopember.
Alasan Ombudsman menolak untuk berkomentar karena belum mempelajari putusan yang mengabulkan gugatan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) DPD Sumatera Utara tentang proses pemilihan calon Wakil Gubernur Sumut (Cawagubsu).
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang terbit pada Rabu 18 Oktober 2016 memerintahkan menunda jadwal sidang paripurna pemilihan Wakil Gubernur Sumut pada 24 Oktber 2016 sampai ada keputusan hukum tetap.
Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara, Agus Suryadi, meminta penegak hukum untuk menindaklanjuti indikasi suap yang “digaungkan” politisi PDI-P Sutrisno Pangaribuan, yang menolak dilangsungkannya pemilihan pada 24 Oktober 2016. Bahkan Sutrisno Pangaribuan yang juga Sekretaris Komisi C DPRD Sumut itu sampai membuat “heboh” persidangan dengan merampas palu sidang Paripurna pemilihan wakil gubernur.
“Apa lagi indikasi kasus suap ini diungkapkan salah seorang anggota DPRD Sumut. Ini perlu ditindaklanjuti oleh aparat,” kata Agus Suryadi kepada Transindonesi.co di Medan, Sumatera Utara, Rabu 2 Nopember 2016.
Sebelumnya, anggota DPRD Sumut dari FPDI-P, Sutrisno Pangaribuan getol menolak proses dan pemilihan Cawagubsu dengan sempat merampas palu pimpinan rapat Paripurna istimewa pemilihan Cawagubsu DPRD Sumut. Bahkan politisi PDI Perjuangan berencana mengadukan indikasi kasus suap ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, Sutrisno Pangaribuan mengurungkan niatnya melaporkan ke KPK. “Saya tidak akan buat laporan ke KPK. Ketua DPRD juga minta agar ini tidak melebar menjadi huru hara politik. Tapi saya sudah bilang ke publik dari awal sebelum pemilihan Cawagubsu agar KPK mengawasi ini. Karena indikasi ada suap atau tidak, hanya terbukti di proses lanjutan,” ujarnya kepada Transindonesia.co, Senin 1 Nopember 2016.
Dikatakannya, diurungkannya niat untuk melaporkan dugaan suap tersebut karena ingin menyelamatkan lembaga DPRD. Seyogyanya dia telah menyampaikan akan melaporkan dugaan suap pada proses pemilihan Wagub Sumut ke KPK pada Senin 31 Oktober 2016.
“Kalaupun nanti indikasi suap ditangani, bukan berarti karena saya melapor tapi mungkin saja sudah menemukan bukti indikasi tersebut,” ucapnya.
Lanjut dikatakannya, pelaporan itu hanya soal teknis saja, sedangkan untuk kebenaran apakah ada indikasi dugaan suap menjadi proses lanjutan.
Dimana DPRD Sumut tetap menyelenggarakan pemilihan wagub tanpa mengindahkan putusan PTUN Jakarta dalam surat Penetapan No.219/G/2016/PTUN-JKT yang ditandatangani oleh Panitera PTUN Jakarta, Wahidin SH,MM yang mengabulkan gugatan gugatan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) DPD Sumatera Utara, untuk menunda pemilihan tersebut.
Namun DPRD melangsungkan pemilihan dengan dua calon wagub yakni HM Idris Lutfi yang diusulkan PKS dan Brigjen TNI (Purn) Nurhajizah Marpaung yang dicalonkan Partai Hanura.
Dalam pemilihan tersebut, Nurhajizah Marpaung dinyatakan sebagai pemenang setelah meraih 68 suara dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir.[DON]