Gubernur NTT: Tak Boleh Pungli

TRANSINDONESIA.CO – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Lebu Raya, mengingatkan semua instansi penyelenggara negara di daerah kepulauan itu agar tidak boleh melakukan pungutan liar (pungli) dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.

“Seluruh instansi sebagai penyelenggara negara tidak boleh melakukan pungli, apapun alasannya,” katanya di Kupang, Sabtu 22 Oktober 2016.

Menurut Gubernur NTT dua periode itu, praktek pungli hanya menurunkan martabat orang apalagi dilakukan oleh penyelenggara negara yang seharusnya bertugas memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

“Pungli itu hanya menunjukkan rendahnya harkat dan martabat orang, oleh karena itu semua intansi manapun tidak boleh melakukan pungutan diluar dari prosedur yang berlaku secara resmi,” katanya.

Ilustrasi
Ilustrasi

Dia mengakui, persoalan pungli sudah menjadi kekhawatiran pemerintah secara nasional dan Presiden Joko Widodo sudah memberikan peringatan secara tegas melalui instruksi untuk memberantas pungli.

“Sebelumnya kami sudah bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan beliau meminta agar semua daerah berperan aktif untuk memberantas pungli.

Oleh karenanya, lanjut dia, pihaknya terus memberikan imbauan kepada para pimpinan instansi di semua kabupaten/kota dalam setiap pertemuan. “Kalau perlu kita lakukan peringatan secara tertulis makan nanti akan dilakukan,” katanya lagi.

Gubernur Frans mengakui praktek pungli yang dilakukan oleh oknum-oknum penyelenggara negara sulit terdeteksi dengan. “Cara pandang pelayanan publik harus diubah, kalau bisa mudah kenapa dipersulit,” ujarnya.

Dia mencontohkan dalam pengurusan surat atau dokumen tertentu di mana penarikan pungutan masih dilakukan dengan alasan mempercepat urusan.

Gubernur berharap, semua elemen baik penyelenggara negara, media masa, maupun masyarakat bisa berperan aktif dalam pemberantasan pungli agar masyarakat bisa mendapat pelayanan dengan mudah, murah, dan cepat.

Sebelumnya, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton menjelaskan laporan dugaan praktek pungli terutama di Kota Kupang ibukota provinsi kepulauan itu, mengalami peningkatan setiap tahun.

“Laporan masyarakat terkait pungli pada tahun 2013 sebanyak 28 laporan, tahun 2014, 24 laporan, dan 2015, 33 laporan dan tahun 2016 sebanyak 38 laporan,” katanya secara terpisah kepada Antara di Kupang.

Dia menambahkan, laporan pungli tersebut dilakukan di berbagai instansi seperti Kepolisian, ASDP Pelabuhan Bolok, PT Pelindo III di Pelabuhan Tenau, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, UPTD LLAJR dari Dinas Perhubungan, Pengadilan, pemerintahan desa/kelurahan dan sekolah.[ANT]

Share
Leave a comment