Fasilitasi Membentuk PPPSRS: Siapa Serahkan Milik Bersama?

TRANSINDONESIA.CO – Kalau anda membangun proyek apartemen atau rumah susun (rusun) komersial, ketahuilah soal penting ini. Kewajiban developer tidak tuntas hanya membangun dan menyerahkan. Juga wajib  memfasilitasi terbentuk PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun).

UU No. 20/2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) eksplisit memakai kata “wajib”, yang dalam Pasal 75 ayat (1) berbunyi “Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPSRS paling lambat sebelum masa transisi sebagaimana   pada Pasal 59 ayat (2) berakhir”.

UU Rusun  mempunyai asas/prinsip hukum bahwa pembentukan PPPSRS  hanya diwajibkan bagi jenis rusun  umum milik dan rusun  komersial.  PPPSRS tidak diwajibkan untuk  rusun  umum sewa dan rusun  khusus (yang merupakan domein  subsidi/milik pemerintah, dan pengelola tidak  harus berbadan hukum, dan biaya pengelolaan dapat disubsidi pemerintah).

Muhammad Joni.[Dok]
Muhammad Joni.[Dok]
Mengapa? Sebab  relasi hukum antara developer  dengan pembeli sarusun  adalah hukum perdata biasa,  sehingga perlakuan terhadap sarusun dan Milik Bersama (common property) dalam hubungan hukum perdata biasa.  Jadi,  tepat jika  developer  wajib memfasilitasi pembentukan PPPSRS, malah ijtihat penulis,  sampai disahkannya badan hukum PPPSRS.

Apa logikanya? Developer  memiliki tanggungjawab terhadap benda yang dijual  (unit apartemen/sarusun) dan  Milik Bersama.  Itu  tanggungjawab produk atas jaminan produk (quality assurence)  developer sebagai produsen bahwa benda  yang dijual  mesti  diserahkan kepada pemilik, baik atas  sarusun maupun Milik  Bersama (bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama)

PPPSRS  merupakan badan  yang berkewajiban mengelola aset Milik  Bersama yang  tidak bisa diserahkan kepada orang perorangan, namun kepada badan yang merepresentasikan seluruh pemilik.

Tambahan pula, developer yang mempunyai dokumen seluruh pemilik sehingga logis dan rasional pelaku pembangunan  wajib  memfasilitasi pembentukan PPPSRS. Disini berlaku  asas hukum umum (general principle of law) bahwa  produsen menjamin  penyerahan benda yang dijual, termasuk Milik  Bersama.

Milik  Bersama adalah kausal dibentuknya PPPSRS.  Jika tidak, developer tidak   bisa melaksanakan penyerahan (levering)  Milik Bersama.  Kewajiban developer  itu  untuk melindungi hak pemilik/pembeli atau konsumen atas harta benda, atas hak milik pribadi, dan  perlindungan  kepastian hukum yang adil.

Tersebab itu,  tidak beralasan  apabila kewajiban memfasilitasi terbentuknya PPPSRS dibebankan kepada  Pemerintah,  karena relasi hukum antara developer   dengan pembeli/pemilik  adalah relasi hukum perdata biasa. Juga, tak ada  anasir subsidi pemerintah.

Tugas Pemerintah? Jika merujuk  UU Rusun    Pemerintah melakukan pengendalian  (BAB IX Pengendalian, Pasal 70 s.d.71)   selaku regulator dan melakukan pengendalian rusun  dalam tahap pengelolaan.   Dalam  tahap  pengelolaan rusun, Pemerintah melakukan (a) Pengawasan pembentukan PPPSRS. (b) Pengawasan pengelolaan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama  (Pasal 70 ayat (5) huruf a dan b UU Rusun).

Pembangunan  rusun atau apartemen yang  kini berkembang pesat. Bangunan vertikal itu menjadi solusi bagi pemenuhan kebutuhan tempat tinggal karena mahalnya tanah.  Namun hukum selalu terlambat mengaturnya.  Sampai saat ini belum disahkan Rancangan Peratuan Pemerintah  Rumah Susun (RPP Rusun) yang diamanatkan  UU Rusun.

Belum terdengar adanya public hearing/expose RPP Rusun sebagai  mekanisme menjemput  masukan dari publik mengkritisi RPP Rusun  agar regulasi efektif dan mencegah penyamaran kepentingan.  Tentu saja kepentingan publik (public interest) wajib  dijaga, dan karenanya penting masukan  pelaku pembangunan, pemerintah daerah, konsumen, pakar dan masyarakat luas. Jika tidak, RPP Rusun bisa layu sebelum berkembang, diujimateril, dan tidak efektif (uneffective of the law).

Mari sekilas menelaah  RPP Rusun terkait pembentukan PPPSRS. Ada yang tidak konsisten, yakni aturan pemilik sarusun tidak boleh memberikan surat kuasa kepada siapapun (vide Pasal 88 ayat 3 Jo. Pasal 92 ayat 3 RPP Rusun). Padahal, penghuni yang menerima kuasa pemilik diakui sebagai anggota PPPSRS. Ketentuan seperti itu mengandung anasir diskriminasi. Lagi pula, de facto rusun atau apartemen sebagai objek investasi bisa saja sudah langsung disewakan kepada penyewa alias penghuni semenjak sarusun diserahkan pertama kali dan terbit sertifikat layak huni.

Karena itu, aneh jika  penghuni yang bukan pemilik tidak diperkenankan menduduki jabatan dalam struktur kepengurusan PPPSRS (Pasal 91 ayat 2 RPP Rusun). Padahal anggota PPPSRS terdiri atas  pemilik dan penghuni yang mendapatkan kuasa pemilik sarusun (Pasal 74 ayat 2 UU Rusun).

Bisa pula terjadi pemilik sudah membeli dan menerima penyerahan sarusun,  tetapi belum bagian terbesar dari seluruh sarusun karena pembangunan  selesai bertahap, dijual dan diserahkan bertahap  dengan  tower/menara yang banyak dalam satu hamparan. Namun, karena terikat  aturan  tenggat waktu 1 (satu) tahun setelah penyerahan pertama kali mesti membentuk PPPSRS, maka pemilik/pembeli tahap berikut atau tower lain yang justru lebih banyak  menjadi tidak terwakili dalam struktur kepengurusan PPPSRS.

Kua normatif,  tidak ada sarusun atau unit apartemen yang dibangun tanpa ada yang memiliki atau tanpa pemilik. Sebelum dijual dan diserahkan kepada pembeli,  developer adalah pemilik sah. Dalam  pembentukan  PPPSRS, aneh jika pemilik hanya berhak atas satu suara walaupun memiliki lebih satu unit sarusun (Pasal 88 ayat 4 RPP Rusun). Sepertinya,  kata “pemilik” dalam RPP Rusun berbeda dengan konsep pemilik (owner;  eigenaar) dalam hukum benda.

Kembali ke soal fasilitasi pembentukan PPSRS. Apapun alasannya, PPPSRS adalah kristalisasi seluruh pemilik dan penghuni sarusun, sehingga anggota PPPSRS mencakup pemilik dan penghuni sarusun yang memperoleh kuasa pemilik sarusun.  Karenanya, PPPSRS berwenang  bertindak  dalam menerima penyerahan pengelolaan  Milik  Bersama dari developer (Pasal 75 ayat 2 UU Rusun).

Perhatikan cermat bunyi Pasal 75 ayat 2 UU Rusun, bahwa developer menyerahkan pengelolaan kepada PPPSRS. Bukan menyerahkan hak kepemilikan atas Milik Bersama.   Selanjutnya cermati Pasal 75 ayat 3 UU Rusun, PPPSRS berkewajiban mengurus kepentingan pemilik dan penghuni berkaitan pengelolaan Milik  Bersama. Mengurus idemditto mengelola. Tidak ada norma/frasa penyerahan kepemilikan Milik Bersama.

Tiga pertanyaan  yang hendak disampaikan esai ini kepada pembuat RPP Rusun,  apakah kewajiban fasilitasi pembentukan PPPSRS sampai kepada disahkannya status badan hukum PPPSRS? Apakah fasilitasi hanya terbatas fasilitasi pembentukan PPPSRS, lantas kalau sudah terbentuk PPPSRS apakah tercakup menyerahkan hak atas  Milik  Bersama? Yang kua normatif berbeda dengan menyerahkan pengelolaan (building management) atas benda bersama, bagian bersama, tanah bersama.  Sekali lagi,  yang  dipakai UU Rusun frasa “menyerahkan pengelolaan”. Lantas, siapa wajib menyerahkan hak atas Milik  Bersama? Soal ini patut dikupas lebih lanjut.

[Muhammad Joni – Sekretaris Umum  Housing and  Urban Development (HUD) Institute; Managing Partner Law Office Joni & Tanamas;  Ketua Dewan Pembina Lembaga Perlindungan Konsumen Properti dan Keuangan  (LPKPK)]

Share