Mengurus Apartemen: PPPSRS atau Pengelola?
TRANSINDONESIA.CO – Pertumbuhan apartemen di Jakarta masih tetap bersemi. Konsultan properti Colliers International Indonesia memprediksi untuk 2015 dan 2016 jumlah pasokan dalam dua tahun ditaksir sebanyak 47.269 unit. Bagaimana mengelolanya setelah terbangun? Pemilik, atau Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Sususn (PPPSRS), atau pengelola profesional?
Bukankah pemilik dan penghuni apartemen atau rumah susun (rusun) relatif tak berkesempatan dan tidak dimaksudkan mengelola bangunan vertikal menjulang tinggi yang membutuhkan karakteristik pengelolaan paripurna. Andai surut pasokan tenaga listrik, air bersih terhenti walau sejenak, lift mogok, parkir penuh dan kacau, dan soal lainya, akankah pemilik/penghuni ataupun pengurus PPPSRS yang turun tangan sendiri?
Untuk bangunan vertikal rusun atau apartemen yang terdiri atas belasan tower dengan unit apartemen atau satuan rusun yang mencapai ribuan, bagaimana kapasitas yang diperlukan mengelolanya?
Mari menelaah UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun). Merujuk Pasal 75 ayat (4) UU Rusun, PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk pengelola. Maksudnya? PPPSR bisa saja mengelola sendiri ataupun dapat membentuk atau menunjuk pengelola (building management). Soalnya, sanggupkah kapasitas PPPSRS mengelolanya sendiri?
Mengingat sifat rusun komersial atau apartemen berbeda dengan rumah tapak (landed hosue), karena bangunan vertikal tempat hunian itu memiliki resiko tinggi (hight risk building). Merujuk UU Rusun, valid dan tepat jika mewajibkan persyaratan teknis, ekologis dan administratif rusun atau apartemen (Pasal 24 UU Rusun), dan wajib memiliki Sertifikat Layak Fungsi (Pasal 39 UU Rusun).
Selain itu, pada rusun atau apartemen, benda yang dikelola bukan hanya unit sarusun namun juga aset kepemilikan bersama yakni benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama. Beralasan jika membutuhkan pengelolaan teknis-operasional dan keahlian manajerial dengan kualifikasi standar. Namun, mengapa Pasal 75 ayat (4) UU Rusun menggunakan kata “dapat” dalam frasa “dapat membentuk atau menunjuk pengelola”? Artinya, bisa “ya” bisa pula “tidak” membentuk atau menunjuk pengelola.
Bagaimana lagaknya mengelola apartemen? Berbeda dengan rumah tapak dalam kompleks perumahan, apartemen membutuhkan perawatan, pemeliharaan dan operasional oleh pengelola yang memiliki kemampuan teknis-operasional. Namun juga keahlian manajerial segenap aspek teknis operasionalisasi bangunan vertikal menjulang.
Objek apartemen yang dikelola memerlukan kapasitas kemampuan teknis-operasional dan keahlian manajerial tertentu. Sangupkah anda mengurusi kebocoran instalasi air bersih itu sendiri, misalnya sontak mendadak terjadi di malam hari? Mengurusi pasokan listrik yang tenaganya turun seketika?
Hemat penulis, pengelolaan teknis-operasional yang rumit, spesifik, dan detail tidak mampu dilaksanakan sendiri pemilik atau penghuni atau bahkan pengurus PPPSRS. Sebab, pengurus PPPSRS tidak dirancang sebagai pengelola profesional dan tidak memiliki kemampuan teknis-operasional setiap jenis kebutuhan pengelolaan apartemen seperti instanlasi dan jaringan listrik, instalasi air bersih, lift, tangga, penanganan kedaruratan, perawatan taman, kolam renang, dan sebagainya.
Tambahan pula mengelola apartemen yang menjulang dengan instalasi yang rumit dan detail membutuhkan tenaga teknis-profesional dan manajerial. PPPSRS sekali lagi tidak dirancang menjadi pengelola apartemen, hal mana merujuk pedoman materi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan pemilik rumah susun meliputi ketentuan badan pengelola.
Logis dan objektif jika pengelolaan teknis-operasionalnya diserahkan kepada pengelola profesional. Bahkan pelaku pembangunan (developer) sendiri justru tidak melakukan pembangunan apartemen itu sendiri, namun menyerahkannya kepada kontraktor pembangunan. Karenanya, logis dan objektif apabila PPPSRS wajib membentuk atau menunjuk pengelola profesional.
Selain itu, penggunaan kata “dapat” dalam Pasal 75 ayat (4) UU Rusun menimbulkan ketidakpastian hukum. Penggunaan kata “dapat” dalam UU adalah inkonstitusional karena bisa mengakibatkan kerugian atas harta benda bersama, yang dijamin UU Rusun maupun UUD 1945 atas hak milik pribadi dan hak atas harta benda. Pun jika mengacu berbagai pertimbangan, putusan dan/atau yurisprudensi Mahkamah Konstitusi.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah kata “dapat” dalam ketentuan Pasal 55 ayat (4) UU Sistem Pendidikan Nasional diubah menjadi “wajib”. Idemditto MK dalam perkara Nomor 34/PUU-VIII/2010 yang menguji konstitusionalitas kata “dapat” dalam Penjelasan Pasal 114 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, MK memutuskan kata “dapat” adalah bertentangan dengan UUD 1945.
Berdasarkan argumentasi itu, demi perlindungan konsumen dan pemilik tepat jika Pasal 75 ayat (4) UU Rusun dimaknai menjadi PPPSRS wajib membentuk atau menunjuk pengelola. Bukan sekadar dapat membentuk atau menunjuk pengelola.[Muhamamd Joni – Managing Partner Law Office Joni & Tanamas, Ketua Dewan Pembina Lembaga Perlindungan Konsumen Keuangan dan Properti (LPKPK)]