Kami Merubah Kami Dipindah

TRANSINDONESIA.CO – Ada sesuatu yang menggelitik buat kita renungkan di antara gembar-gembor teriakan reformasi birokrasi, mari berubah, perubahan mind set, yaitu ungkapan: “kami merubah kami dipindah”.

Apakah ini suatu ketakutan, kepura-puraan atau kejujuran? Ini suara hati yang jujur yang merefleksikan betapa kekuatan, kekuasaan bisa mematikan hidup dan kehidupan di dalam birokrasi.

Nilai-nilai yang dianut masih pada jabatan basah dan kering, kekuasaan, previlage dan banyak hal yang jauh dari pelayanan kepada publik dalam mewujudkan keadilan sosial.

Ilustrasi
Ilustrasi

Ketakutan dan kecintaan pada jabatan menjadi sesuatu yang membuat tidak lagi mengutamakan profesionalisme. Menyenangkan pimpinan dengan berbagai pendekatan personal, bahkan ilegalpun rela dilakukan.

Birokrasi patrimonial mengagungkan kekuasaan tak jarang membuat ketakutan bahkan terbelenggunya pikiran-pikiran kaum bawahan. Siapa berani langsung dieksekusi, dijudge tidak loyal, membangkang, tidak bisa diatur, kaku, ekstrim dan banyak tudingan lainya.

Tak jarang primordialpun digunakan untuk menjatuhkan. Legitimasi dalam membunuh karakter yang mudah dan biaya murah adalah dengan hal-hal yang berbau sara. Isu-isu kebencian ditabur memprovokasi untuk membakar rasionalitas banyak orang. Cara pandang sempit, diskriminatif menjadi sesuatu yang lumrah dan menjadi core dari premanisme.

Reformsi setengah hati menjadikan birokrasi mau mati. Kepura-puraan yang terus ditumbuh kembangkan tanpa ragu, tanpa malu  rakyat yang sduah sekarat dijadikan obyek sasaran. Apa yang  dikata dalam pelayanan publik berbeda bahkan bertentangan dengan apa yang menjadi kenyataan.

Bagi orang-orang bawahan, kaum marginal tidak bisa berbuat banyak selain pasrah dan mengumpat di belakang. Perubahan bukan tugas/kewajiban rakyat/bawahan, melainkan tugas dan kewajiban serta tanggung jawab sang pemimpin di semua lini.[CDL30082016]

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment