TRANSINDONESIA.CO – Seniman sebagai sosok pekerja yang terus berkarya menghasilkan karya-karya seni. Hidup para seniman kadang tidak sehebat karya-karyanya. Untuk bertahan hidup saja kadang harus menjual barang lainya atau mencari pekerjaan lain.
Karya-karya seniman seringkali tidak dihargai dan dipandang sebelah mata oleh bangsanya, tertutama para penguasanya.
Seni ini juga bagian dari politik, lihat saja di negara-negara maju, karya seni diapresiasi setinggi-tingginya. Dimaknai, dikemas, dibahas dimana-mana, di publikasikan dan dimarketingkan.
Lahan untuk memamerkan, mengekspresikan jati dirinya ada di mana-mana, balai-balai lelang untuk memberi kehidupan dan menghidupi para seniman, para kurator yang mampu memanusiakan para seniman, galeri-galeri yang mampu memarketingkan bukan sekedar menjadi tengkulak, para kolektor akan memajang dan memberi ruang apresiasi bukan sekedar kolekdol (mengkoleksi terus didol).
Para pemimpin yang menyadari bahwa dirinya sebagai ikon dan pilar pembangunan peradaban akan menggunakan naluri artistik dan estetiknya dalam menata keteraturan.
Kebijakan-kebijakannya akan lebih peduli akan kemanusiaan dan mampu memanusiakan manusia untuk hidup yang terus meningkat kualitasnya.
Citra positif akan disandangnya dan penghargaan akan seni menjadi pilar kesuksesanya dalam membangun peradaban dan meningkatkan kualitas hidup.[CDL10082016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana