Alumni Usakti Minta Nasir Belajar pada Menteri Terdahulu
TRANSINDONESIA.CO – Alumni Universitas Trisakti (Usakti) sesalkan pernyataan Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir, yang memaksa senat universitas memilih untuk menerima kehadiran rektor non prosedural dari yayasan atau menutup Usakti, pada pertemuan dengan Senat Usakti, Selasa (19/7/2016).
Atma Winata Nawawi yang merupakan alumni Jurusan Arsitektur Lansekap Usakti menyatakan, sikap Nasir sangat mencederai posisi Senat Universitas yang merupakan stakeholder dari civitas akademika Universitas.
“Pernyataan pak menteri untuk memaksa senat universitas memilih untuk menerima kehadiran rektor non prosedural dari yayasan atau menutup Usakti sangat disesalkan,” kata Atma.
Mantan Presiden Mahasiswa Usakti periode 2008-2010 ini, sikap tersebut sangat berlawanan dengan semangat rekonsiliasi dan perdamaian yang diusung oleh para alumni.
Sebagaimana pertemuan di kantor Kementerian itu, Nasir di dampingi jajarannya juga menghadirkan Prof. Edy Suandi Hamid yang beberapa waktu lalu dilantik oleh pihak Yayasan Trisakti.
Sedangkan Senat menyatakan menolak pelantikan rektor tanpa melibatkan Senat sesuai dengan UU dan peraturan yang berlaku.
Namun sikap Senat ini dijawab Menteri dengan alasan bahwa pemilihan rektor melalui senat adalah benar, namun karena kondisi Usakti tidak normal maka dimaklumi dengan metode penunjukan seperti yang terjadi saat ini.
“Argumentasi pak menteri tidak dapat saya terima, mestinya sebagai regulator dunia pendidikan, Menristekdikti tidak ikut berpolemik dan mendukung kedua pihak untuk rekonsiliasi, bukan berat ke salah satu pihak,” katanya.
Atma meminta Menristekdikti belajar dengan menteri sebelumnya, bahwa memaksakan mendukung salah satu pihak hanya akan menambah buruk keadaan.
“Konflik ini sudah terlalu lama dan merugikan semua pihak termasuk kami para alumni, saya berharap di periode pemerintahan Jokowi-JK, konflik ini dapat selesai dengan adil dan bermartabat serta dapat diterima kedua belah pihak,” tambahnya.
Dikatakannya, Usakti sebagai kampus yang didirikan oleh negara di atas aset negara, harus mampu diselamatkan dengan mengedepankan kepentingan mahasiswa dan masyarakat yang lebih luas.
“Semoga pak menteri dapat memahami ini untuk kebaikan bersama,” ucapnya.
Dimana, konflik antara Yayasan Trisakti bermula saat pihak Yayasan menolak hasil pemilihan senat yang mengusulkan nama Prof. Thoby Mutis sebagai Rektor untuk periode kedua. Kemudian Yayasan memberhentikan secara sepihak Prof. Thoby Mutis.
Permasalahan ini berlanjut pada gugatan hukum pada tahun 2011 dimenangkan Yayasan terhadap Thoby Mutis cs. Namun keputusan terbaru pada tahun 2015, Yayasan Trisakti dinyatakan kalah oleh Mahkamah Agung dan memenangkan tergugat Menteri Keuangan dan Usakti berkaitan dengan aset tanah negara.[Saf]