Berpuas Diri dan Aman dalam Pelukkan Kekuasaan

TRANSINDONESIA.CO – Kondisi mapan dan nyaman membuat orang mager (malas gerak), mereka ingin terus mempertahankan status quonya.

Merasa apa yang dilakukan sudah paling hebat, paling mulia walaupun sebenarnya memuakkan bagi orang kebanyakan (orang-orang yang waras).

Kepekaan dan kepedulian semakin tipis bahkan bisa dikatakan menghilang. Komitmenyapun bisa tergerus tanpa ada rasa bersalah atau menyesal. Mereka meyakini apa yang dijalankannya bersama krooni-kroninya adalah suatu kebenaran walau sebenarnya adalah suatu penyimpangan.

Ilustrasi
Ilustrasi

Tatkala yang ideal dilupakan atau sebatas untuk kepentingan-kepentingan administrasi semata yang aktual adalah sesuai kemauan atau kebutuhan yang berkuasa. Apa yang diimpikan sebatas memenuhi kebutuhan dan keinginan-keinginan sang ndoro saja, bahkan apa yang menjadi hakiki dari tugas pokoknyapun dikerjakan sebatas pokoknya tugas saja.

Pencapaian tugas dan standar profesionalismenya diukur dari kepuasan ndoronya. Selama ndoro tidak menegur tidak marah cukuplah. Nilai-nilai semua seakan ditentukan dalam genggaman sang ndoro, kebijakannya bagai sabda dalam kinerja.

Apa yang disabdakan wajib menjadi kenyataan. Parahnya jika sabdanya sarat dengan kepentingan-kepentingan pribadi dan kroninya.

Sumber-sumber daya mau tidak mau dieksploitasi dan dialirkan ke sana tanpa malu dan tanpa ragu semua berbondong-bondong menjilatinya. Spirit hedonisme telah merasuk dan menjadi core valuenya. Tidak peduli benar atau salah yang penting senada dengan sabda ndoronya pasti aman kedudukannya.

Inovasi, kreatifitas, pembaharuan sebatas mau sang ndoro atau sebatas kulit-kulitnya saja. Esesnsi dan system-sistem menyebabkan alergi, karena itu jelas akan menjadi penghambatnya.

Kemajuan dianggap slilit bahkan klilip. Kenyamanan dan kemapanan menjadi aman dalam kehangatan sarang naga. Siapapun tunduk kepadanya.

Jangankan melawan baru ngarasani saja sudah disengatnya. Semua dibuat tergantung dan ketakutan, aman dan nyaman bukanlah makan siang yang gratis.

Walaupun dalam pelukan kekuasaan di situ banyak kewajiban bahkan lilitan lingkaran setan yang membuat lupa ingatan untuk terus narsis berpuas diri.[CDL-30062016]

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share