Ilmu Setapak Meri
TRANSINDONESIA.CO – Meri adalah sebutan bagi anak bebek yang baru menetas masih begitu lemah dan memerlukan perlindungan dan bantuan induknya. Tapak meri tidak akan nampak bahkan kadang di tanah becek pun tidak berbekas.
Ilmu tapak meri menganalogikan pengetahuan dan wawasan yang sangat dangkal dan bahkan tidak ada nampak daya dan kekuatanya. Jangankan menginspirasi, mungkin tanpa mendengar/melihatpun sudah bisa menebak apa yang akan disampaikan.
Yang jelas tanpa solusi, mengedepankan emosi. Kalau terpojok/dibantah marah. Menunjukkan okol dan kekuatan-kekuatan konyolnya.
Tatkala ilmu tapak meri ini dipakai untuk mereformasi birokrasi tentu saja tidak akan berhasil. Pasti begitu-begitu saja tanpa mampu menunjukkan kekuatannya. Tidak lagi ada “greng”nya. Semua datar. Walau mengerjakannya umek dan semua sibuk bagai kejatuhan bulan.
Cairi ilmu tapak meri dapat ditunjukkan kesenangan dari yg sesaat, dan tanpa dipikirpun sebenarnya sudah bisa diatasi. Apa yang dilakukan sebenarnya merupakan pengulangan dan tiada keistimewaannya, dikerjakan grudag-grudug, asal-asalan, menjelaskan asnjep (asal njeplak), tidak berkesinambunan, parsial dan sarat dengan emosional, seneng ubyang ubyung asal ndoro senang. Tidak pernah ada pengkajian /penelitian yang mendalam yang ada temporer dan seperti kilatan blitz tanpa bekas, byar pret saja.
Dampak dari ilmu tapak meri ini bisa memprovokasi, membingungkan bahkan menghabiskan biaya tanpa makna.
Sarat kepura-puraan dan dilaksanakan asal ndoro senang. Tidak mampu menembus sekat ruang dan waktu. Tidak visioner, tidak memperbaaiki, tidak ada peningkatan, tidak juga pembangunan.
Tapak meri memang tidak menunjukkan bekas apalagi karakter. Sekedar lewat, mengekor dan melakukan dengan tapak-tapak yang membingungkan.[CDL-19062016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana