Negara Harus Kejam pada Koruptor !

TRANSINDONESIA.CO – Korupsi terus terjadi dalam tubuh pemerintahan sudah menjadi persoalan biasa. Dalam beberapa bulan terakhir, persoalan korupsi kembali menggurita.

Tertangkapnya, M Sanusi, DPRD DKI Jakarta dalam kasus suap, dan dipulangkannya Samadikun Hartono dari Sanghai, yang selama ini menjadi buron dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan babak baru, dalam menyaksikan tontonan korupsi.

Skandal korupsi yang menimpah, M Sanusi dan Samdikhun Hartono, bukanlah persoalan korupsi kelas teri. Terdapat  “Grand Korupsi”, dan itu semua dilakukan oleh pemain kelas kakap.

Deni Iskandar.
Deni Iskandar.

Persoalan Korupsi, merupakan suatu tindakan kejahatan yang sudah sistematis direncanakan, yang bersifat merugikan negara. Ini menjadi tugas penting penyelenggara negara.

Dalam upaya memberantas Korupsi, rupanya tidak hanya KPK, yang harus berperan aktif, akan tetapi, penyelenggara negara juga perlu membuat sistem penegakan hukum yang tegas bagi koruptor. Penegakan hukum ini, penting untuk diwujudkan oleh penyelenggara negara.

Agar persoalan Korupsi tidak kembali terulang dan menjadi budaya baru bagi kehidupan berbangsa. Dalam meretas persoalan korupsi, Negara perlu membuat suatu hukum, yang itu bisa memberikan efek jera.

Bagaimanapun, mental korupsi harus dihilangkan. Mental korupsi akan hilang ketika Indonesia membuat suatu Hukuman yang berat pada koruptor yakni, “Hukum Mati”.

Meskipun “Hukuman Mati” di Indonesia masih dianggap suatu hukuman yang dehumanisasi dan bertentangan dengan (UU HAM). Namun “Hukuman Mati” bagi koruptor penting untuk diwujudkan.

Sepanjang catatan, Indonesia Corruption Watch (ICW). Angka korupsi di Indonesia dari tahun 2013-2015, secara signifikan mengalami peningkatan.

Pada tahun 2013, jumlah kasus korupsi, sebanyak 560 kasus, ini meningkat dibandingkan pada tahun 2010, sebanyak 458 kasus, tahun 2011 sebanyak 436 kasus, dan tahun 2012 sebanyak, 402 kasus. Pada tahun 2014, sebanyak 308, dan tahun 2015,  sebanyak 524, kasus, dengan jumlah keseluruhan terdakwa sebanyak 564 yang saat ini ditangani oleh Polri, dan KPK. (ICW, 7 Februari 2016).

Meningkatnya, angka korupsi di Indonesia, akan berdampak pada kerugian negara mencapai Rp437 miliar.

Sistem penegakan hukum di Indonesia masih lemah dan tebang pilih. Seharusnya dalam negara hukum, tidak ada tebang pilih, hukum seharusnya dapat menjadi “Martil” bagi siapa pun, dan bisa memukul siapa pun.

Meskipun “Hukum Mati” bagi koruptor banyak ditentang oleh dunia internasional. Namun “Hukum Mati” bagi  koruptor ini penting untuk diwujudkan di Indonesia.

Hanya hukuman matilah, yang bisa menjadi solusi dalam meretas persoalan korupsi yang akut ini. Selama ini hukuman pada koruptor hanya sebatas pidana, penjara dan denda saja, dan itu tidak bisa meretas persoalan korupsi.

Sekalipun “Hukum Mati” bagi koruptor di Indonesia harus ditolak dengan pertimbangan kemanusiaan. apa solusi yang tepat untuk bisa menghilangkan korupsi sampai ke akar-akarnya.

Maka penyelenggara harus membuat suatu aturan yang itu, menekan pemerintah agar tidak korupsi, yakni “Hukuman Mati” di Indonesia. Hal ini penting, agar orang yang tersangkut kasus korupsi tidak tersenyum saat keluar dari gendung Komisi Pemberantasan Korupsi.

Penulis: Deni Iskandar [Kader HMI Cabang Ciputat]

Share
Leave a comment