TRANSINDONESIA.CO – Kejam dan biadab mungkin kalimat yang pas bagi para pelaku kejahatan kekerasan seksual. Mereka tidak lagi manusia, karena tidak memiliki rasa belas kasih kepada sesamanya.
Apalagi ditambah dengan menganiaya hingga membunuhnya. Kekejaman dan kebidaban ini tidak pandang bulu, siapa saja bisa menjadi korbannya, dari anak-anak hingga orang dewasa.
Para korban kekerasan seksual ini menjadi korban psikis dan fisik bahkan bisa kehilangan nyawanya. Beberapa kasus ada yang digarap beramai-ramai, ada yang di siksa kemudian dibunuhnya.

Kekerasan seksual ini dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tatkala belum menjadi perhatian publik atau media gencar mempublikasikanya, seolah semua santai, slow saja bahkan menjatuhkan ancaman hukumanpun sepertinya ragu-ragu.
Hukum bagian dari peradaban jika dipenuhi kepentingan dan sarat dengan keraguan akan sulit menemukan keadilannya dan tidak berefek edukasi. Apalagi hukum bisa dibeli ini semestinya kita semua sadar bahwa ketika hukum tidak mampu lagi untuk menjadi sandaran, maka cepat atau lambat akan banyak yang main hakim sendiri.
Hukum tidak lagi menjadi kebanggaan, apa yang telah menjadi kesepakatan tidak lagi disepakati. Hukum gagal melindungi korban dan tidak berpihak pada keadilan. Hukum yang terbeli merupakan awal kehancuran negeri.
Kekejaman dan kebiadaban kejahatan kekerasan seksual adalah kejahatan kemanusiaan. Dampak bagi korban dan keluarganya bisa sepanjang hanyat. Belum lagi label sosial dan pandangan-pandangan diskriminatif dalam masyarakat yang justru menghakimi korban.
Mereka mengatakan kasihan, hanya sampai di situ, bagi korban ini petaka berkepanjangan. Statement-statment para ndoro di media tidak jarang malah membuat bingung, takut dan malu bagi korban dan keluarganya.
Harapanya kepada mereka adalah membuat kebijakan yang lebih mengena sasaran setidaknya mampu menjadi pembelajaran untuk melawan kekejaman dan kebiadaban ini.[CDL-30052016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana