Natas, Netes, Nitis
TRANSINDONESIA.CO – Kita semua berasal dari Tuhan, hidup pun tuhan yang memberi kehidupan dan akan kembali kepada Tuhan. Makna yang secara singkat juga dapat digunakan untuk memahami arti sangkan paraning dumadi.
Dari mana kita, dan akan ke mana kita nantinya. Konteks permenungan ini bukanlah sesuatu yang rumit kalau bisa dihayati dan akan menjadi rumit bila apa yang dilakukan berbeda dengan yang seharusnya.
Penghayatan memerlukan suatu kesadaran, yang tumbuh dari dalam dirinya. Kesadaran bukan dengan paksaan, atau ancaman melainkandg pemahaman, tanggung jawab, disiplin dan pengendalian diri.
Bisakah kita menjawab seperti apa wajah dan siapa kita ini sebelum lahir? Di mana letak atau posisi yang tepat dari roh atau jiwa kita? Tentu bagi orang beriman semua tertuju kepada Tuhan.
Demikian halnya para punggawa negara, para birokrat, sektor bisnis dan berbagai kelompok kemasyarakatan lainya semua berasal dari rakyat dan bisa hidup karena ada rakyat dan akan kembali menjadi rakyat.
Namun rakyat sering menjadi bulan-bulanan, dari yang diperas, wajib membayar suap sampai dengan dicatut namanya. Pengatasnamaan rakyat sering menjadi alasan bagi kelompok-kelompok tersebut.
Dalil-dalil pembenaran akan disampaikan sebagai pembungkus atau topengnya. Pembenaran ini akan terus merajalela di semua lini hingga rakyat terpaksa pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa kecuali kata manut.
Kepatuhan rakyat tatkala diabaikan bahkan dijadikan batu pijakan itu sama dengan melupakan asal usul, kehidupan dan tujuan kita nantinya.
“Dadi ratu iku anane mung winates, dadi kawulo tanpo winates”, Menjadi apa saja ada batasnya dan suatu ketika akan juga mengahirinya kembali kepada rakyat.
Tatkala melalaikan dan melupakanya kata yang tepat adalah dosa dan durhaka. Karma akan menimpa. Tanda-tanda zaman akan ditunjukkan siapa peka akan sadar, siapa semakin merajalela akan menyesal kemudian. Fox populi fox die (suara rakyat suara Tuhan), di situlah kita ini natas, netes dan nitis.[CDL-19052016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana