Terkait Eksekusi Mati, Upaya Hukum PK Harus Limitatif

TRNSINDONESIA.CO – Untuk kepastian hukum, upaya Peninjauan Kembali (PK) atas suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap harus di atur secara limitatif. PK harus dibatasi oleh waktu dan ketentuan formalitas yang mengatur agar PK hanya dapat diajukan sekali. Pengaturan ini akan mengeliminasi kontroversi dan mempercepat pelaksanaan eksekusi  terpidana mati, khususnya para gembong narkoba.

“Hukum tidak boleh dibiarkan terus menerus berada dalam kontroversi antara kepastian hukum atau keadilan. Negara harus lebih menjamin kepastian hukum,” kata Ketua Indonesia Nrkotic Wtch (INW) Josmar Naibaho di Jakarta, Jumat (13/5/2016).

Menurut Josmar, putusan MK yang mengabulkan Judicial Review atas pasal 368 (3) telah membuka ruang upaya PK lebih dari satu kali tanpa disertai pembatasn atau limitasi  waktu jelas. Kondisi ini jelas semakin  menciptakan ketidakpastian hukum dan menghambat eksekusi para gembong narkoba yang telah divonis mati.

Ilustrasi
Ilustrasi

“Para terpidana mati narkoba seperi Feeddy Budiman akhirnya berlindung dibalik putusan ini menghindari eksekusi,” katanya.

Mengenai ketentuan pasal 368 (1) yang mengatur bahwa upaya PK tidak dapat menunda, menggagalkan atau menghentikan eksekusi tidak mampu meyakinkan eksekutor menjalankan eksekusi. Putusan MK dimaksud telah membuat Kejaksaan selaku eksekutor ragu untuk menjalankan eksekusi.

“Jelas, putusan MK yang mengabulkan judicial review atas pasal 368 ayat 3 jelas menimbulkan keraguan bagi jaksa untuk menjalankan eksekusi,” jelasnya.

Selain pembatasan ketentuan formalitas, upaya PK juga harus dibatasi limitasi waktu. Perubahan atasì pasal 264 (3) yang tidak membatasi waktu pengajuan PK mendesak untuk dilakukan. Ketentuan dalam pasal ini menjadi celah bagi para terpidana untuk menghindari atau setidaknya mengulur waktu  pelaksanaan eksekusi.

“Demi kepastian hukum, upaya PK harus dibatasi oleh waktu, seperti halnya pengajuan banding dan kasasi yang memiliki limitasi waktu. Saat ini kami sedang melakukan kajian untuk melakukan judicial review atas semua ketentuan yang mengatur tentang eksekusi, khususnya pasal 264 (3) dan pasal 268 (3) KUHAP,” ujarnya.[Lin]

Share