RTJ (2-3): Interupsi, Hak Pengelolaan Berdimensi Publik

TRANSINDONESIA.CO – Andai kata Reklamasi Teluk Jakarta (RTJ) selesai dan menciptakan 17 pulau-pulau buatan berbentuk mirip pola garuda, apakah status hukum tanah hasil reklamasi dengan cara menguruk genangan air menjadi daratan.

Sehingga   peruntukan reklamasi versi   Pasal 2 Keppres No. 52 Tahun 1995   jelas tidak dimaksudkan seakan hanya  untuk properti komersial, kawasan industri dan pariwisata semata yang tidak menjawab soal Kawasan Pantura.

Beralasan   jika   peruntukan   bagi   perumahan   dan   kawasan   permukiman   khsususnya   bagi kelompok   berpenghasilan   rendah   (MBR)   menjadi   bagian   integral   dari   perencanaan   reklamasi   itu sendiri.  Artinya,   terhadap   seluas   5.100   hektar   lahan   baru       yang   akan   dikembangkan  seperti membangun kota baru, sehingga beralasan  mengintegrasikan perencanaan perumahan dan kawasan permukiman versi UU No. 1 Tahun 2011 dan UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun ke dalam rencana pengelolaan  tanah hasil reklamasi.

Reklamasi Teluk Jakarta.[Ist]
Reklamasi Teluk Jakarta.[Ist]
Sebelum   ke   sana,   sebenarnya   patut   diajukan   pertanyaan   kepada   siapa   hak   atas   tanah diberikan di atas HPL tanah pulau-pulau reklamasi?  Jika merujuk Surat Menteri Negara Agraria No.410-1293 tanggal 9 Mei 1996,   pada Angka 2 ditegaskan bahwa pihak yang melakukan reklamasi dapat diberikan prioritas pertama  untuk mengajukan permohonan hak atas tanah reklamasi.

Pertanyaannya? Siapakah yang melakukan reklamasi? Pertanyaan itu mesti didahuli dengan pertanyaan pembuka,   wewenang siapakah reklamasi pantai utara Jakarta?   Jika merujuk Pasal 4 Keppres   No.   52   Tahun   1995,   wewenang   dan   tanggung   jawab   Reklamasi   Pantura   berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Hemat saya, pelaksanaan muncul  karena adanya wewenang. Sebab itu,   pelaksana reklamasi adalah pemilik wewenang yakni Pemprov DKI Jakarta, walaupun bekerjasama dengan swasta sebagai mitra pengembang  dengan rezim hukum perijinan (ijin prinsip dan ijin pelaksanaan). Bagaimanapun,   kebijakan   memberikan   ijin   pelaksanaan   reklamasi   berkorelasi dengan pemberian   hak   atas   tanah   di   atas   HPL.

Soalnya,   bagaimana    publik  mengetahui  pertimbangan Pemprov DKI     Jakarta  menentukan pihak yang   memperoleh   ijin   prinsip   dan   ijin   pelaksanaan reklamasi?  Meemang, mengacu Surat Menteri Negara Agraria No. 410-1293,  Angka 2,  pihak yang melakukan reklamasi  dapat diberikan prioritas pertama mengajukan  permohonan hak atas  tanah reklamasi.

Dengan demikian, kua juridis formal beralasan jika  hak atas tanah di atas HPL pulau hasil

reklamasi tidak seluruhnya diberikan kepada pemohon, namun dialokasikan lebih dahulu peruntukan bagi keperluan publik guna   problematika Kawasan Pantura sebagaimana Pasal 2 Keppres No. 52 Tahun 1995. Artinya, bisa saja 17 pulau dengan luas 5.100 hektar tidak seluruhnya diberikan hak atas tanah kepada mitra pengembang, bisa saja masih HPL Pemprov DKI Jakarta untuk kepentingan publik.[Bersambung ke 2-4]

Oleh: Muhammad Joni [Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia, Sekretaris Umum Housing and Urban Development Institute]

Share