Kisah Shandra Woworuntu Korban Perbudakan Seks di Amerika [3]

TRANSINDONESIA.CO – Saat Shandra Woworuntu menginjakkan kakinya di AS, ia berharap bisa memulai karir baru di industri perhotelan. Namun ia justru dijerumuskan ke dunia prostitusi dan perbudakan seksual, dipaksa mengkonsumsi obat-obatan dan mengalami kekerasan.

Setelah berhasil kabur, polisi mengabaikan laporannya, dan Konsulat RI juga menolak memberinya bantuan hingga ia jadi gelandangan. Kisah ini mungkin akan tak tertahankan bagi sebagian pembaca, seperti dilansir dari bbc.com, berikut penuturan Shandra;

Saya tiba di bandara John F. Kennedy bersama empat perempuan lainnya dan seorang pria, lalu kami dibagi menjadi dua kelompok. Johnny mengambil semua dokumen-dokumen saya, termasuk paspor saya, lalu ia membawa saya dan dua wanita lainnya masuk ke dalam mobilnya.

Rumah bordil di Brooklyn, tempat Shandra dibawa untuk pertama kalinya saat menginjakkan kaki di AS.
Rumah bordil di Brooklyn, tempat Shandra dibawa untuk pertama kalinya saat menginjakkan kaki di AS.

Itu adalah saat ketika segalanya mulai tampak aneh. Sopir menempuh jalan pintas ke Flushing di Queens, sebelum kemudian mengarah ke sebuah tempat parkir dan menghentikan kendaraannya. Johnny mengatakan kepada kami bertiga untuk keluar dan masuk ke mobil lain dengan sopir yang berbeda pula.

Kami melakukan apa yang diperintahkan. Dan melalui jendela mobil, saya melihat Johnny memberi uang kepada sopir yang baru. Saya pikir, “Ada yang tidak beres di sini,” namun saya kembali berkata pada diri sendiri sendiri untuk tidak khawatir, bahwa itu mestinya merupakan cara jaringan hotel berbisnis dengan perusahaan yang mereka gunakan untuk menjemput orang dari bandara.

Tapi sopir baru pun tidak membawa kami terlalu jauh. Ia malah memarkir kendaraan di halaman sebuah restoran, dan lagi-lagi kami harus keluar dari mobil dan pindah ke mobil lain, setelah memberi uang kepada sopir lain. Kemudian sopir ketiga membawa kami ke sebuah rumah, dan kami diserah-terimakan lagi.

Sopir keempat ini membawa pistol. Ia memaksa kami untuk masuk ke dalam mobil dan membawa kami ke sebuah rumah di Brooklyn, lalu ia mengetuk pintu, memanggil “Mama-san! Gadis baru!”

Pada saat itu saya langsung panik, karena saya tahu ‘Mama-san’ berarti mami-mami germo rumah bordil. Tapi kami tidak bisa apa-apa, karena ditodong pistol.

Pintu terbuka dan saya melihat seorang gadis kecil, mungkin usia 12 atau 13 tahun, tergeletak di lantai.

Ia berteriak saat sekelompok pria menendangnya bergantian. Darah terlihat mengalir dari hidungnya, ia melolong, menjerit kesakitan. Salah satu pria tersenyum dan mulai memainkan tongkat baseball di depan saya, seolah-olah itu adalah peringatan.[Nik]

Share
Leave a comment