Pengerat dan Balung Kere
TRANSINDONESIA.CO – Birokrasi dibangun yang diawaki para birokrat bertujuan membangun dan mengangkat harkat martabat manusia. Pada implementasinya banyak labibirin berliku dengan judul “ini dan itu” yang tidak berujung pangkal.
Siapa masuk dalam labirin seakan ia terhanyut dalam arus ketololan dan bagai kerbau tercocok hidungnya. Manut dan siap dijadikan tumbal, ganjel atau dikorbankan demi berbagai kepentingan.
Parahnya, orang-orang di dalamnya selalu merasa kanugrahan dan mempunyai hutang budi. Apa yang terjadi dalam pribadinya menjadi refleksi core dari birokrasi itu.
Mental-mental birokrat tak jarang menampilkan sikap diskresi aktif. Yang semestinya tidak dilakukan namun dilakukan karena ingin menakut-nakuti atau meminta bagian (japrem: jatah preman) atau bahkan terang-terangan memeras. Demikian juga diskresi pasifpun dilakukan.
Semestinya, bertindak atau melakukan tindakan sesuatu namun dibiarkan karena telah menerima sesuatu sebagai upeti, hadiah atau penyuapan.
Banyak pengalaman masyarakat yang sakit hati atau dilukai hatinya, tatkala akan tumbuh dan berkembang namun dimatikan aparaturnya dengan berbagai ketentuan dan kewajiban memberi upeti.
Tatkala hancur berantakan sama-sama tidak berproduksi berteman lagi. Aneh core value pengerat dan balung kere ini kalau sudah mencandui birokratnya. Jangankan maju hiduppun sudah tidak mampu lagi.[CDL-08042016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana