Setelah Jatuh, Harga Minyak Naik Tipis

TRANSINDONESIA.CO – Harga minyak dunia bersusah payah naik tipis, pada Rabu (6/4/2016),  setelah dua hari sebelumnya mencatat kerugian besar, di tengah peringatan Dana Moneter Internasional (IMF) atas pertumbuhan global yang lambat.

Harga minyak telah jatuh lebih dari lima persen dalam dua hari perdagangan terakhir karena prospek pembatasan produksi oleh produsen-produsen utama meredup.

Minyak mentah Brent North Sea, patokan global, yang diperdagangkan di London untuk pengiriman Juni, berakhir naik 18 sen menjadi menetap di 37,87 dolar AS per barel.

Kilang minyak
Kilang minyak

Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei, bertambah 19 sen menjadi ditutup pada 35,89 dolar AS per barel di perdagangan New York.

Brent jatuh ke serendah 37,27 dolar AS dan WTI merosot menjadi 35,24 dolar AS per barel di awal perdagangan, di tengah harapan yang rendah untuk pembicaraan pembatasan produksi di Doha, Qatar, pada 17 April antara Rusia dan para produsen OPEC untuk memperkuat harga.

Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde melukiskan sebuah gambar suram untuk perekonomian global dalam sebuah pidato di Frankfurt, mengatakan pertumbuhan masih “terlalu lambat” dan “terlalu rapuh” dan sangat mendesak negara-negara maju untuk meningkatkan upaya stimulus fiskal.

“Secara keseluruhan, prospek global telah melemah selama enam bulan terakhir – diperparah oleh pelambatan relatif Tiongkok, harga komoditas yang lebih rendah, dan prospek pengetatan keuangan di banyak negara,” katanya.

IMF “waspada, bukan cemas,” katanya, dalam sambutannya, yang membantu mengirim pasar ekuitas global lebih rendah.

Ada sedikit tanda meringankan kelebihan pasokan di pasar minyak mentah. Tapi lembaga penelitian Capital Economics mengatakan dalam sebuah catatan klien bahwa “terlalu cepat untuk menyerah pada kesepakatan Doha,” menambahkan bahwa kesepakatan yang kompromis masih mungkin sekalipun tanpa partisipasi penuh Iran.

Nawal al-Fezaia, Gubernur OPEC Kuwait pada Selasa mengatakan bahwa negara-negara penghasil minyak utama dapat mencapai kesepakatan untuk membekukan produksi, sekalipun jika Iran tidak bergabung dengan tindakan tersebut.

Produksi minyak mentah Iran telah melonjak sejak Barat mencabut sanksi-sanksi terkait nuklir pada Januari, dan negara, yang telah lama mengurangi pasokannya ke pasar minyak mentah global, telah menegaskan seharusnya tidak menjadi salah satu harus memotong kembali produksinya.

Namun, Mohammad bin Salman Al Saud, wakil putra mahkota Arab Saudi, Jumat lalu, mengisyaratkan keengganan kerajaan itu untuk membekukan produksi kecuali negara-negara lain melakukan hal yang sama.

Sementara para pejabat Iran telah membuat jelas bahwa negaranya tidak akan berpartisipasi dalam pembekuan produksi sampai produksinya berjalan ke tingkat sebelum sanksi internasional diterapkan.[Ant/Nik]

Share