Blok Masela Tak Jelas, Warga Tanimbar Ancam Gabung Australia

TRANSINDONESIA.CO – Sengitnya perseteruan dua menteri mengenai penetapan skema pengembangan blok gas Masela kembali memunculkan respons negatif dari beberapa pihak termasuk masyarakat Kepulauan Tanimbar, di Provinsi Maluku.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Daerah Tanimbar Johanis Malindir mengatakan polemik yang terjadi antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli dinilai tak menyentuh subtansi utama dari keberadaan megaproyek regasifikasi gas alam cair (LNG) Masela bagi masyarakat Maluku dan sekitarnya.

“Mau di darat atau laut silakan. Hanya saja yang menjadi catatan sekarang, apa saja yang akan masyarakat Tanimbar dapatkan? Jadi tolong hentikan polemik ini dan fokus ke masyarakat,” ujar Johanis saat ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (2/3/2016).

Blok Masela.[Dok]
Blok Masela.[Dok]
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menggantung persetujuan skema pengembangan fasilitas regasifikasi LNG dari dua opsi yang ada, yaitu di darat dan di laut. Akibat ketidaktegasan Jokowi, kedua menteri Kabinet Kerja tadi saling tuding mengenai adanya kepentingan di setiap argumen rencana pengembangan yang mereka bela.

Di mana dalam penetapan skema pengembangan fasilitas darat, diduga ditunggangi oleh kepentingan perusahaan pipa gas dan pengusaha yang telah membeli tanah di dekat lokasi wilayah kerja Masela.

Sementara itu, di balik skema pengembangan fasilitas laut disinyalir terdapat kepentingan bisnis pembelian teknologi eksplorasi dan produksi yang ditawarkan oleh salah satu investor yakni Shell Upstream Overseas Services Ltd.

Menanggapi hal tersebut, Johanis meminta Jokowi segera memutuskan skema pengembangan blok Masela yang saat ini dioperatori Inpex Corporation dengan bijak.

“Kami sebagai masyarakat kecil tidak peduli soal teknis. Hanya yang menjadi sorotan, apakah pemerintah mau memerhatikan kami yang merupakan putra-putri daerah Maluku. Jangan sampai karena masalah ini, kami memilih untuk memisahkan diri karena jarak ke Darwin (Australia) hanya 45 menit ketimbang ke Ambon yang sampai 1 jam 45 menit,” ancam Johanis.

Pada kesempatan yang sama, Pengamat Pertahanan Universitas Indonesia Connie Rahakundini berpendapat sudah seharusnya pemerintah memperkuat sektor pertahanan dengan menempatkan banyak tentara di dekat wilayah kerja tersebut selama kegiatan produksi Blok Masela berlangsung.

Ini dimaksudkan agar rencana pembangunan fasilitas LNG terbesar di dunia tersebut tak rawan konflik antar negara lantaran berada di perbatasan.

“Yang agak repot itu setelah 1998 peta kebijakan pertahanan kita itu bergeser dan saat ini tentara sudah tidak ada lagi yang di tempatkan di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif). Kedua pemerintah juga harus memiliki perhitungan karena proyek-proyek besar semacam ini malah kerap memancing konflik horizontal,” tutur Connie.[Cnn/Dod]

Share
Leave a comment