Ini Cerita Reuni Profesi Hukum

TRANSINDONESIA.CO – “Reuni itu mereproduksi tenaga dan meremajakan mood.  Menjaga etika, profesi advokat semakin mahal,” sebut Muhammad Joni, advokat senior yang memulai cerita reuni profesi hukum yang diselenggarakan panitia USULAN (USU Low and Network).

Menghadiri reuni  dengan kawan lama atau alumni perguruan tinggi bukan hal luar biasa, dan tidak serta merta mengubah kelakuan.

Waktu yang dilewati  seusai kuliah,  bisa jadi duapuluhan tahun tidak  menciptakan  tembok mental yang membuat sekat dan hambatan untuk berkomunikasi lepas sesama alumni.

Tanpa  hambatan sosial dan tetap menjaga pantangan prosesi, apalagi profesi hukum seperti hakim, advokat dan jaksa yang mutak terikat dengan  etika dan menjaga integritas.

Begitu pula halnya dengan alumni Fakultas Hukum (FH) Univesitas Sumatera Utara (USU), yang tersebar di segala lini dan bekerja di ragam profesi hukum.

Alumni FH USU stambuk 1985 juga memiliki takdir yang sama, yakni tersebar di banyak lini  dan lintas profesi, ada yang  berprofesi sebagai hakim bahkan hakim agung, advokat, jaksa, yang biasanya bertemu formal di ruang sidang pengadilan.

Jika pertemuan reuni alumni hukum yang bekerja dalam lintas profesi dan  kerap  saling berhadapan, masihkah suasana itu terbawa  di ruang persidangan? Kaku dan formil?

Suasana itu bisa saja itu terjadi, walau  masih dalam kadar yang wajar.  Mengapa?  Karena seluruh profesi hukum terikat etika, di dalam dan di luar persidangan atau pekerjaan.

Misalnya seseorang yang profesi advokat atau jaksa yang acap berinteraksi bahkan berlawanan di forum persidangan, dan sama-sama mengharapkan titah keadilan dari hakim, interaksi dan perilaku terjadi dengan etika bahkan hukum acara yang kaku dan formil.

Namun, mereka juga manusia yang memiliki watak sebagai insan yang insaniawi.

“Reuni itu mereproduksi tenaga dan meremajakan mood. Menjaga etika profesi advokat justru semakin mahal,”  kata alumni FH USU itu usai rembug menjelang reuni akbar  alumni FH USU stambuk 85.

Ditemui usai reuni mini FH USU di kawasan Kota Casablanka, Jakarta, Sabtu, 6 Februari 2016,    berikut diturunkan wawancana Transindonesia.co dengan Muhammad Joni, alumni FH USU  yang berprofesi advokat dan Managing Partner Law Office Joni & Tanamas, Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) dan pengurus Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) periode 2015-2020.

Muhammad Joni (tengah) bersama rekan-rekan seprofesinya saat Reuni Fakultas Hukum USU yang diselenggarakan USUALAN di Jakarta, pada Sabtu (30/1/2016).[Lin]
Muhammad Joni (tengah) bersama rekan-rekan seprofesinya saat Reuni Fakultas Hukum USU yang diselenggarakan USUALAN di Jakarta, pada Sabtu (30/1/2016).[Lin]
TransIndonesia (TI): “Reuni alumni  berprofesi hukum, masihkah kaku dan formal seperti di pengadilan?”

Muhammad Joni:  “Bisa iya bisa tidak, bisa juga campuran antara kaku dan gaul, tergantung suasana. Cara mengendusnya mudah sekali, cermati poa interaksinya, lihat saja cara berbusana, arsitektur  bicara dan lenggok bahasa tubuhnya, tetapi saya ingin pastikan mereka masih tetap konservatif menjaga etika profesi”.

TI:  “Maksud anda reuni tidak harus abaikan etika profesi?”

Muhammad Joni:  “Benar, jika dalam persidangan saya pastikan kita kolot dalam menjaga etika profesi masing-masing,  menghormati posisi hakim sebagai Yang Mulia Hakim, mengormati sejawat advokat lawan ataupun jaksa penuntut yang sedang membidik kesalahan klien. Namun di luar persidangan seperti acara reuni, kami tetap pribadi insan yang manusiawi dan tetap menjalani takdir sebagai classmate yang berasal dari perguruan tinggi yang sama. Tentu saja, tidak insaniawi jika  kami terkungkung dengan suasana hati yang kaku dan dikuasai interaksi formalitas belaka. Lantas, untuk apa reuni?”.

TI: “Adakah upaya memanfaatkan reuni sebagai medium lobbying?”

Muhammad Joni:  “Bisa saja terjadi, namun bagi saya reuni dijadikan interaksi insaniawi, untuk merawat kebahagiaan lewat romantisme masa kuliah yang saya anggap paling indah dan berwarna. Gunakan pikiran dan hati positif setakat reuni, sebab reuni itu berguna untuk mereproduksi tenaga baru, mewangikan suasana hati dalam kehidupan sosial, merawat komunikasi yang merenggang, dan meremajakan mood dari rongrongan usia yang menuju usia 50 tahun. Hemat saya, reuni profesi hukum sama saja dengan profesi ain, namun reni hukum itu pasti paling riuh dengan perlintasan suara yang ramai, karena mereka semua jagoan bicara, tukang bergaul, dan terlatih ikhwal retorika”.

TI:  “Anda membahas pekerjaan saat reuni?

Muhammad Joni:  “Kalau bertemu teman lintas profesi hukum, saya membatasi diri untuk tidak membicarakan pekerjaan atau perkara, itu kurang elok etika, tidak pantas suasana, dan ruang umum.  Setakat  reuni kita  bertukar sapa yang tulus, dan mengunjungi suka duka masa lalu yang tak terlupakan dan terbahak bersama.

Dari kampus kami memperoleh surpus pengalaman dan kisah yang berwarna warni. Saat reuni, saat tepat untuk  saling menghargai keutaman kawan,  dan  bersyukur masih bisa bertemu lagi. Pun demikian  menyempatkan diri mendukung teman, menyuplai semangat  sembari memantik  energi  positif bagi pertemanan yang otentik”.

TI:  “Anda menyempatkan promosi?”

Muhammad Joni: “Setiap advokat sudah memiliki pasar dan jaringannya sendiri, biasanya mereka sudah relatif mapan dan tidak lagi tergoda untuk keluar begitu saja dari jalur yang sudah dibangun belasan bahkan puluhan tahun. Maksudnya, reuni bagi lintas profesi hukum, itu hanya untuk memantapkan eksistensi saja. Bagi saya yang menggeluti profesi hukum sejak lulus tahun 1992 dan sejak tahun 2002 mendirikan Law Office Joni & Tanamas di Jakarta,  reuni memang penting menambah luas jaringan baru, namun  lebih banyak  mengukuhkan jaringan dan pertemanan.

Bisa saja saat reuni disempatkan berpromosi cerdas, misalnya ketika menjawab pertanyaan teman atau lawan bicara, lewat interaksi ringan yang dikemas manarik dan aktual,  berkomunikasi dewasa untuk mengukuhkan  brain image, karena reuni itu pertemuan orang dewasa yang potensial menawarkan anda  klien bagus, dan jangan lupa  memberikan kartu nama.   Itu penting, karena defenisi profesional advokat tertulis pada kartu nama.

Pun demikian, menurut saya justru reuni dengan profesi selain profesi hukum yang terkait erat dengan jasa hukum,  justru  lebih berpeluang dan menantang,  misalnya industri perumahan, properti dan real estate, ataupun industri kreatif yang tengah berkembang. Di situ anda bisa berpromosi lebih agresif dan elegan.

TI:  “Mengapa reuni itu disukai dan heboh?”

Muhammad Joni: “Hal itu lumrah, insaniawi dan Indonesiawi. Seperti menemukan penawar  bagi kerinduan yang akut pada kawan kuliah, seperti menemukan baut bagi pasangan sekrup, seperti memperoleh tenaga baru dan meremajakan mood yang menyegarkan kehidupan sosial kita. Karena mendapat tenaga baru dan terpantiknya mood  remaja, wajar saja reuni itu riuh dan heboh.

TI: “Jika reuni bertemu sejawat advokat atau  teman Yang Mulia Hakim, bagaimana?

Muhammad Joni:  “Hahaha, reuni kan harus tetap berlangsung, waktu mesti lewat berlalu, jabatan dan profesi tak di usung ke ruangan reuni,  namun tetap menjaga kesantunan berteman. Etika profesi tetap menjaga  kita di mana saja, dan saya bersyukur dengan etika profesi karena itu bisa menjaga kedewasaan kita. Bahkan etika membuat profesi advokat ini makin dihargai mahal, hahahaha.

Etika itu adalah  hal ikhwal kebaikan dan elegan-mulia,  berperan untuk menjaga moral dan integritas, di mana pun itu. Termasuk dalam suasana reuni bertemu teman lintas profesi, saya menyaksikan betapa etika masih  tetap dihidup-hidupkan,  justru  tidak terkungkung perilaku yang kaku dan dikuasai formalitas hampa. Kita bisa membaur dan  menghargai sesama, itu sangat  mudah dicerna dari gaya berkomunikasi, cara berbusana dan atraksi bahasa tubuh, semuanya masih insaniawi, wajar dan menjaga etika.[Lin]

Share
Leave a comment