Hukum Berat Pelaku Tabrak Lari

TRANSINDONESIA.CO – Kasus tabrak lari menjadi fenomena dan perbincangan menarik, jumlah korban tabrak lari kian banyak. Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat tingginya angka kasus tabrak lari di Jakarta dan sekitarnya.

Januari hingga November 2015, terjadi 1.294 peristiwa tabrak lari dengan korban meninggal dunia mencapai 117orang.

“Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi peristiwa kecelakaan lalu lintas khususnya tabrak lari menunjukan angka yang cukup mengkhawatirkan. Januari sampai dengan November 2015 terjadi peristiwa tabrak lari sebanyak1.294 kasus.

Tabrakan antara mobil dan sepeda motor.(Dok)
Tabrakan antara mobil dan sepeda motor.(Dok)

Korban meninggal117, luka berat danringan 1.083 orang,” ujar Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Direktorat LaluLintas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto, ketika dihubungi Group TransIndonesia.co.

Penyebabnya, berbagai faktor seperti, ingin lepas dari tanggung jawab sanksi pidana kecelakaan lalu lintas.

”Kemudian,dari aspekkeamanan takut dihakimi massa, atau tidak tahu harus berbuat apa karena bingung sehingga meninggalkan TKP (tempat kejadian perkara),”ungkapnya.

Ia pun menyampaikan kepada masyarakat apabila terlibat kecelakaan  lalu lintas agar melakukan tindakan semisal menghentikan kendaraan, memberikan pertolongan kepada  korban, dan melaporkan kejadian kepadakantor polisi terdekat. Hal itu, diatur dalam Pasal 231 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan.

Ia menambahkan, berdasarkanPasal 312 UU Nomor 22Tahun 2009, diatur juga kepada setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dan terlibat kecelakaan lalu lintas, serta dengan sengaja tidak menghentikan kendaraan bermotornya, tidak memberikan

pertolongan atau tidak melapor ke kantor polisi terdekat, dapat dipidana 3 bulan penjara.

“Atau denda paling banyakRp75 juta. Selain itu, dapat juga dikenakan pasal sanksi pidana kecelakaan lalulintas seperti Pasal 310, 311,315, Undang-undang Nomor22 Tahun 2009,” tandasnya.

Keterbatasan ruang sementara, menurut sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, keterbatasan ruang membuat para pengendara kendaraan bermotor berkompetisi di jalan raya Jakarta dan kadang sampai melanggar peraturan lalu lintas.

“Keterbatasanruang memunculkan kompetisi sehingga tingkah pengendara yang di luarbatas bisa dimaklumi,” katanya.

Menurut dia, masalah perilaku pengendara yang tidak bertanggung jawab berakar pada tidak berimbangnya pertumbuhan penduduk dan kendaraan dengan pembangunan infrastruktur Ibukota.

“Meski ada pembangunan tetap saja tidak mencukupi karena pertambahan penduduk justru berkali lipat.

Jadi respons yang diberikan pemerintah selalu tidak bisa mengikuti,” katanya

Selain itu, Rahmat menjelaskan, kebiasaan pengendara kendaraan bermotor di Jakarta melanggar peraturan lalulintas juga berkaitan tekanan persaingan untuk hidup yang mempengaruhi kondisi psikologis mereka, membuat mereka tidak peduli dan menganggap wajar pelanggaran.

“Setiap warga Jakarta memiliki alasan untuk melanggar yang dijadikan suatu pembenaran karena tuntutan hidup yangmemaksa mereka,” katanya.

Keterbatasan Petugas

Terpisah, Sosiolog Devi Rahmawati dari Universitas Indonesia mengatakan jumlah aparat yang terbatas membuat penegakan hukum tidak berjalan dengan konsisten sehingga masyarakat menciptakan norma baru dalam berkendara dan membiarkan pelanggaran lalu lintas.

“Ini sebenarnya sudah sangat berbahaya karena masyarakat tidak sadar bahwa mereka salah,” ujarnya.

Aturan yang melarang anak-anak usia kurang dari 17 tahun berkendara di jalanraya, menurut Devi, sekarang banyak dilanggar.

“Ini sudah masuk kategori parah karena anak-anak adalah sosok yang masih labil, sehingga bisa jadi jalanan dijadikan tempat eksplorasi dan tempat bermain, Ini sangat berbahaya,” menurutnya.

Ia mengatakan pemerintah harus punya mekanisme untuk memastikan warga menaati peraturan lalu lintas.

“Secara alamiah, manusiaitu ingin bebas dan mementingkandiri sendiri.

Agar kebebasan ini tidak menggangu orang lain maka disinilah dibutuhkan negara,” kata dia.

Menurut dia, pemerintah antara lain perlu memasang kamera pemantau untuk mengawasi lalu lintas kendaraan di jalan raya supaya pengguna jalan merasa terawasi sehingga tidak lagi sembarangan melanggar aturan.

Pemerintah, lanjutnya, juga perlu membuat aturan untuk menggiring masyarakat menggunakan alat transportasi massal guna menekan pelanggaran lalu lintas dan dampaknya, seperti mematok tarif parkir dan pajak tinggi bagi kendaraan pribadi serta menghancurkan kendaraan yang sudah tidak layak digunakan.

“Jika masyarakat menyadari bahwa naik kendaraan umum jauh nyaman maka secara tidak langsung akan terbentuk hukum sosial bersama, sehingga masing-masing pribadi akan mau menjaga fasilitas umum,” ujar dia.

Sosialisasi Menurut Direktur LaluLintas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Risyapudin Nursin, menyatakan, faktor yang paling dominan penyebab kecelakaan adalah manusia, human error, dan tidak disiplin pelaku.

Karena itu, katanya, untukmengatasi masalah keselamatan lalu lintas, terkait tingginya pelanggaran, jajaran Ditlantas Polda Metro Jaya terus melakukan sosialisasi. “Kegiatan ini merupakan bagian dari program road safety Ditlantas PoldaMetro Jaya,” katanya.

Selain melakukan sosialisasi, kesatuan Ditlantas Polda Metro Jaya juga membentuk Patroli Keamanan Sekolah (PKS). Dari 800 siswa dibentuk 25 siswa untuk menjadi PKS. “Kami memberikan pendidikan tentang disiplin lalu lintas sejak dini,” ucapnya.(Hen/Rad]

Share
Leave a comment