UU Tapera Cacat Formil, MKI Cermati Pasal Titipan

TRANSINDONESIA.CO – Pengesahan UU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) oleh DPR RI langsung dibanjiri kritikan dari kalangan pengusaha dan lembaga masyarakat perumahan sampai Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Irman Gusman, tak kalah tajam mengkritik putusan paripurna yang tidak mencerminkan kerakyatan.

Ketua DPD itu dengan lugas menilai pengesahan DPR tentang UU Tapera cacat formil.

“Pengesahan itu cacat dengan tidak menyertakan karena DPD dalam pembahasannya. Pembahasan UU Tapera mesti melibatkan DPD sebagai pihak tripartit,” kata Irman dihadapan peserta Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Kesejahteraan Sosial atas Rumah: Membedah UU Tabungan Perumahan Rakyat”yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA USU) Jakarta dan Sekitarnya di Gedung Nusantara V, Komplek DPD RI, Jakarta, kemaren.

Bedah UU Tapera yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA USU) Jakarta dan Sekitarnya di Gedung Nusantara V, Komplek DPD RI, Jakarta (24/2/2016).[Mj1]
Bedah UU Tapera yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA USU) Jakarta dan Sekitarnya di Gedung Nusantara V, Komplek DPD RI, Jakarta (24/2/2016).[Mj1]
Sementara, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) akan melakukan perlawanan terhadap pengesahan UU anyar itu dengan mengajukan uji materil UU Tapera itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“APINDO tegas menolak karena Tapera duplikasi jaminan sosial yang dikelola BPJS. Kami mengajukan  judicial review UU Tapera ke MK,”tegas Wakil Sekretaris Umum APINDO Pusat, Iftida Yasar yang tampil sebagai pembicara.

Perlawanan atas UU Tapera yang sempat ditarik pemerintah, namun dalam jangka waktu singkat selama 2 (dua) bulan pembahasan tergopoh-gopoh itu langsung saja disahkan. Bahkan pembahasan UU yang terkait ekonomi kerakyatan daerah itu tidak melibatkan koleganya dari DPD.

Menurut Irman, ada putusan MK yang menyatakan pembahasan UU terkait ekonomi rakyat daerah dilakukan dengan tiga pihak berasama yakni DPR, DPD dan Pemerintah.

Hal itu langsung direspon Ketua IKA USU Jakarta, Chazali Situmorang dengan tegas menyatakan, banyak pasal-pasal yang rawan dalam UU Tapera. Salah satunya soal sumber dana dari masyarakat namun diabaikan dalam UU Tapera.

“Uang sumber asal dana Tapera dari masyarakat pekerja dan pemberi kerja, bukan dari keuangan negara, tetapi mengapa tidak ada unsur pekerja dan pemberi kerja,” ungkap Chazali yang mantan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) itu.

Pasal Titipan

Sedangkan Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), Muhammad Joni, inisiator membedah kekacauan organ dalam UU Tapera itu menguraikan  UU Tapera  yang memasukkan pasal mengenai  Manajer Investasi dalam pemupukan dana Tapera tidak berdasar dan diluar  konteks perumahan publik yang merupakan kepentingan publik.

“Masuknya Manajer Investasi yang lembaga komersial nonpemerintah adalah menyimpang dari sifat dana Tapera yang diusahakan untuk kepentingan publik dan ranah publik untuk melaksanakan kewajiban perumahan rakyat,” kata Joni yang juga alumni Fakultas Hukum USU.

Lebih lanjut Joni menyatakan kekhawatiran atas dugaan adanya pasal titipan yang ditumpangi kepentingan tertentu dalam UU Tapera yang bermaksud menyediakan dana murah bagi perumahan rakyat.

“Mestinya BP Tapera menjadi Manajer Investasi publik bukan menyewa lembaga komersial nonpemerintah,” ungkapnya.

Muhammad Joni membandingkan antara dana Tapera dengan dana peserta yang dikelola BPJS.

Trans Global

*UU BPJS yang dirancang menjalankan amanat konstitusi atas jaminan sosial saja tidak pakai Manajer Investasi komerial,  ada apa UU Tapera menggunakan Manajer Investasi itu,” terangnya.

Apakah dana tapera diperlukan, dalam hal ini tentu saja diperlukan  karena banyak masyarakat yang belum memiliki rumah dan angka backlog tinggi mencapai 15 juta unit.

Tapi lanjut Joni, UU Tapera jangan menghilangkan kewajiban negara menyediakan pembiayaan inovatif untuk perumahan rakyat.

“Tidak beralasan jika dana Tapera nantinya menghapuskan atau menggabungkan Fasilitas Likuiditas pembiayaan Perumahan (FLPP) ke dalam dana Tapera,” ujarnya.

Ditambahkan  Muhammad Joni, pembiayaan perumahan rakyat untuk masyarakat bawah itu kewajiban konstitusional negara dan diwajibkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 54 ayat (1), (2), (3).

“Keliru konstitusional jika Pemerintah  mengurangi tanggungjawab konstitusionalnya melalui fiskalisasi pembiayaan rumah masyarakat bawah melalui APBN dengan skim FLPP, bantuan uang muka dan selisih bunga dihapus dengan  mengeruk dana  masyarakat melalui Tapera,”tambah aktifis Housing and Urban Developmen Institute (HUD) itu.

Menurut data, Indonesia hanya mengalokasikan kurang 1% dana perumahan rakyat dari total  APBN. Pemerintah hanya mengalokasikan sekitar 0,1% dari produk domestik bruto untuk perumahan. Jauh lebih kecil dari Philipina (0,31%) dan Thailand (2,21%).

“Semestinya Pemerintah bekerja lebih keras mengalokasikan dana APBN lebih besar untuk perumahan rakyat, jangan tergopoh meminta dana masyarakat dengan Tapera,”tegasnya.

Lebih lanjut diulasnya, bentuk kelembagaan dalam  UU Tapera aneh karena tidak ada wakil masyarakat yang memiliki dana.

“Organ badan pengelola Tapera dan Komite Tapera itu  tidak ada rujukan model kelembagaan  yang umum seperti BPJS,” kata Muhammad Joni.

Selain kelembagaan, mengapa menolak UU Tapera yang justru menggunakan  asas gotong royong untuk menghimpun dana murah dari masyarakat?  ”

“Sebab gotong royong yang tidak lazim karena ada sanksi pidananya. Dengan masuknya manajer investasi yang lembaga komersial  dengan fee yang komersial pasti menyebabkan dana murah Tapera yang dikutip wajib oleh UU Tapera menjadikan dana Tapera sebagai dana mahal”, papar Muhammad Joni.

Diskusi yang menghadirkan Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Eddy Hussy, Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba, Ketua Umum IKA USU Jakarta Chazali Situmorang, Wakil Sekretaris Umum APINDO Iftida Yasar, dan Ketua Housing and Urban Development (HUD) Institute Zulfi Syarif Koto.

Sebelumnya, Chazali Situmorang, menekankan IKA USU Jakarta akan menindak lanjuti hasil diskusi ini.

“Hassil diskusi fokus ini segera kita tindaklanjuti apa-apa yang dikritisi  dan disampaikan DPD dan APINDO,” kata Chazali Situmorang.[Mj1/Saf]

Share