Terkuak Dipersidangan PK, Ustadz ABB Tak Terlibat Latihan Militer di Aceh

TRANSINDONESIA.CO – Terpidana kasus terorisme, Qomaruddin alias Abu Musa, saksi dalam sidang peninjauan kembali (PK) kasus Ustadz Abu Bakar Ba’asyir (ABB), menyatakan ABB  tidak terlibat dalam pelatihan militer di Aceh.

“(Pelatihan militer di Aceh) tidak pernah dikaitkan dengan beliau (Ba’asyir),” kata Qomaruddin di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (26/1/2016).

Dalam pelatihan militer di Pegunungan Jantho Aceh itu, Qomaruddin ditunjuk sebagai koordinator oleh Dulmatin, pelaku Bom Bali 2002 yang tewas dalam penggerebekan di Pamulang Tangerang Selatan, 9 Maret 2010.

Dulmatin, menurut Qomaruddin, tak pernah sama sekali menyebut nama Ba’asyir. Oleh sebab itu, kata dia, perencana latihan militer di Aceh ialah Dulmatin, bukan Ba’asyir.

“Setahu saya, status beliau (Ba’asyir) dimintai sumbangan, bukan sengaja menyumbang. Setahu saya, beliau selalu menyumbang untuk kegiatan kemanusiaan dan pesantren,” kata Qomaruddin yang dipidana 10 tahun penjara lantaran kasus pelatihan militer di Aceh itu.

Qomaruddin juga mengatakan, pelatihan militer di Aceh tak bertujuan untuk menyerang polisi atau menggulingkan negara, melainkan untuk mengantisipasi adanya pembantaian terhadap muslim seperti, yang menurutnya, terjadi di Poso dan Ambon beberapa waktu lalu.

“Warga sekitar juga tidak merasa terteror (dengan pelatihan militer kami). Bahkan saat kami dikepung aparat, kami diberi makan oleh warga,” kata Qomaruddin.

Ustadz Abu Bakar Ba'asyir .
Ustadz Abu Bakar Ba’asyir .

Meski begitu, Qomaruddin mengaku pernah berkirim surat ke Ba’asyir untuk minta dukungan doa usai lokasi latihan militernya dikepung Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.

Namun Qomaruddin tidak tahu surat yang dititipkan kepada salah satu peserta latihan militer yang hendak pulang ke Solo itu sampai ke tangan Ba’asyir atau tidak.

Saksi lainnya, Abdullah Sonata alias Arman Kristianto, juga mengatakan Ba’asyir tidak terlibat dalam latihan militer di Aceh.

Demikian pula kata saksi berikutnya, Joko Sulistyo alias Mahfud, yang mengaku sebagai orang kedua setelah Qomaruddin dalam komando pelatihan militer di Aceh itu.

Apapun, keterangan tiga saksi yang merupakan narapidana kasus terorisme itu, menurut Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, tak bisa dijadikan bukti baru atau novum.

“Keterangan saksi tidak bisa memberikan fakta baru karena telah disampaikan di pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata dia.

Ba’asyir mengajukan Peninjauan Kembali atas vonis 15 tahun penjara yang diberikan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Semula saat PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada Ba’asyir, dia mengajukan banding. Pada tingkat banding itu, Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan hukuman sembilan tahun penjara untuk Ba’asyir.

Namun pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang memutus hukuman sembilan tahun penjara bagi Ba’asyir itu, dan mengembalikannya ke putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yakni 15 tahun penjara. Inilah yang membuat Ba’asyir mengajukan PK.(Ant/Din)

Share
Leave a comment